Selasa, 30 Desember 2014

Tanpa Judul

tanpa judul
Srikandi?
Tak usah kau panggil aku itu.
Shinta?
Aku bukan wanita yang terlalu lemah kau tahu.
Fatmawati?
Hadirku belum terlalu berarti untuk bangsa ini.
Ibu?
Ya itu saja cukup, tapi bukan untuk sekarang.
“lalu?” kau tanya padaku.
Panggil saja aku seperti kawanmu,
perlakukan aku seperti kau menghormati ibumu,
mengertilah aku, seperti kau dengan sahabatmu.
Perjuangkan aku sekuat hatimu,
Pertahankan aku sekuat tenagamu.
Tak perlu kau berikan semua waktumu,
tak perlu kau ceritakan semua tentangmu padaku,
biarkan waktu yang memperkenalkanmu padaku,
semua yang kau tawarkan itu, perlu kau tahu aku bisa cari sendiri.
Kau mau menjagaku? Aku tak butuh satpam.
Yang aku butuh adalah seorang  teman,
teman untuk maju bersama,
mengisi hidupku lebih bermanfaat,
teman mengusir rasa bosanku dari kesendirian,
sahabat yang saling mengerti,
dan sebuah rumah untukku kembali saat aku merasa lelah.
Maka jadikanlah dirimu sebagai rumahku.

Minggu, 14 Desember 2014

Nikah Yuk! Siapa sih yang nggak mau?



                Mahasiswa semester akhir biasanya sudah terjangkiti sindrom yang satu ini. Pengen nikah. Ya mungkin memang sudah masanya bagi si mahasiswa senior untuk lebih serius memikirkan masa depan rumah tangga yang akan dibina.
                Semakin tahun, moral remaja Indonesia semakin saja mengundang decakan “ada-ada saja”. Mulai dari kasus video porno, perkosaan, tawuran, perampokan, sodomi, judi, balapan liar, bullying, hingga pembunuhan; beberapa pelakunya adalah remaja. Jadi ya jangan salahkan bunda mengandung, jika pemuda-pemuda hasil generasi zaman yang seperti itu nantinya hanya akan menjadi beban masyarakat atau pengacara, pengangguran banyak acara. Mau menyalahkan pendidikan? Salah bapak ibu guru? Mau bilang salah pergaulan? Salah gue? Salah bapak ibu gue? Kakek nenek gue? Salahnya tuh di mana?
                Semua pasti sependapat, kalau pendidikan yang baik akan melahirkan anak didik yang baik pula. Tapi masalahnya, pendidikan yang baik itu seperti apa sih? Gedung bagus, sarana lengkap, pendidik berkualitas, kurikulum bermutu, dan banyak kegiatan ekstrakurikuler yang positif. Itu kan yang dibayangkan dari pendidikan yang berkualitas? Salah besar. Manusia itu terlahir sebagai makhluk, bukan sebagai robot. Apalah artinya pendidikan yang seperti di sekolah-sekolah itu tanpa adanya kesehatan moral dan keseimbangan agama? Kebutuhan pokok manusia itu bukanlah pangan, sandang, lan papan; akan tetapi interaksi. Tanpa tahu cara berinteraksi yang baik, manusia tiada bedanya dengan hewan. Bagaimana berinteraksi yang baik? Interaksi yang baik berarti aspek-aspek interaksi itu juga harus baik? Artinya pikiran, perkataan, dan perbuatan sebagai akses untuk berinteraksi juga harus baik. Caranya? Ya setiap manusia harus belajar.
                Keluarga adalah kelompok terkecil dalam masyarakat, Agustinus (Titik Nol, 2013) mengatakan keluarga adalah sebagai titik nol. Manusia lahir dari sebuah keluarga, lalu akan kembali pula ke keluarga dimana ia berasal. Artinya di sini, keluarga memegang peranan yang penting dalam proses pembelajaran manusia. Dari keluarga, bayi mulai bisa belajar berjalan. Dari keluarga, manusia bisa mengerti bahwa yang ada di atas piring adalah makanan. Dari keluarga, manusia belajar tentang siapa dirinya, laki-laki atau perempuan? Siapa itu anak dan siapa itu orang tua. Pertanyaannya, masihkah keluarga menjadi garda pendidikan terdepan? Masih pula kah menjadi terdepan untuk generasi Indonesia saat ini? Jawabannya silahkan ditulis dalam hati masing-masing.
Kebanyakan orang tua terkesan lepas tangan, “yang penting bisa cari uang untuk sekolah anak-anak, supaya mereka bisa sekolah setinggi-tingginya.” Itulah yang salah.
                Bicara tentang keluarga dan topik di awal tentang mahasiswa senior, maka kita-kita jugalah yang beberapa tahun ke depan bakal jadi calon orang tua bagi bayi-bayi mungil tak berdosa. Maka mulai dari sekarang pikirkanlah akan jadi orang tua yang seperti apa kita. Akan memilih calon ibu atau bapak yang bagaimana untuk anak-anak kelak agar mereka menjadi insani yang bermanfaat. Akan kita didik jadikan seperti apa anak-anak kita kelak? Lalu apa bekal yang harus disiapkan mulai dari sekarang? Tak hanya materi saja tentunya, namun juga bukan tentang teori saja. Mahasiswa senior harap bersabar, walaupun nikah muda itu diperbolehkan, tapi pertanyaannya apakah siap menjadi orang tua yang berkualitas? Bekal mana yang diandalkan untuk mendidik anak kelak? Jika antum sudah punya calon, permasalahan tidak terhenti pada titik persiapan untuk ijab qabul pernikahan saja, namun yang terpenting adalah apa yang harus dilakukan setelah menikah. Pendidikan yang baik bukan hanya diberikan sejak anak itu terlahir, melainkan meliputi proses bagaimana kita membekali diri dan memilih calon pasangan hidup.