Gunung Sewu Geopark
http://www.youtube.com/watch?v=eYIFkjnFwCI&feature=share
Jumat, 24 Januari 2014
Rabu, 22 Januari 2014
Cerita Pendek Indonesia Edisi Spesial
A Deep Heart
Hembusan angin
dan guguran daun waktu itu seperti menghembuskan sebagian isi hatiku. Gerimis
hujan menyelinap membasahi pipi yang telah basah oleh hati yang sendu.
Pikiranku tak sejalan lagi dengan isi hati yang kupendam, sementara jantung ini
tak mau mendengarkan jiwa ini lagi.
Empat belas
November dua ribu dua belas, akalku sedang mencari jalan keluar dari pertanyaan
yang membelenggu selama ini. Apakah dia atau dia yang selama ini menggetarkan
kalbu ini. Dua pria dengan karakter yang berbeda kini benar-benar membuat
kupu-kupu yang melayang di hatiku terbang tak terarah sampai-sampai ia ingin
pergi tenggelam bersama cucuran air mata hati ini.
Aku genggam
selembar kertas berisi surat dari seseorang yang sebelumnya tidak aku ketahui
siapa empunya. Surat ini adalah surat yang berharga untukku. Setiap hari Jumat
pagi aku selalu menemukan surat yang seperti ini ditumpukkan isi lokerku yang
sesak oleh buku-buku kuliah. Setiap kali aku membaca surat ini aku selalu
kembali bersemangat untuk menghadapi kerasnya hidup. Kata-kata yang tertulis di
dalam surat-surat ini selalu ada senyum dan sapa yang hangat dari seseorang,
dan selalu ada kata-kata indah yang memberiku motivasi untuk tersenyum
menjalani hari-hariku. Ya, kata-kata dalam surat ini memang seperti magis yang
bisa menghipnotisku dan membawaku ke dalam dunia kebahagiaan.
Hari ini
kudapatkan dua lembar surat di dalam lokerku. Aneh sekali surat yang kudapatkan
biasanya selalu rapi dan terlipat indah, namun kali ini tidak. Surat yang
kudapat kali ini kucal dan agak basah. Aku tak mau menebak-nebak kenapa surat
kali ini berbeda, saat ini aku sedang terburu-buru untuk mengikuti ujian,
kemudian dengan tergesa-gesa aku mengambil surat itu dan aku letakkan di dalan
tas kuliahku.
Suasana pagi
ini begitu sepi, hanya ada beberapa mahasiswa yang duduk tenang di dalam kelas.
Ujian kali ini nampaknya agak berbeda bagiku karena ini adalah pertama kalinya
aku menempuh ujian di luar negeri. Sudah beberapa bulan sejak kepindahanku ke
Jepang akhirnya aku bisa menguji kemampuanku melaui ujian ini.
Jarum jam
sedari tadi berdetak mengikuti irama tiga buah penari kecil berujung lancip kini telah mengarahkan
sudutnya ke angka pukul sepuluh kurang lima menit. Seorang bapak tua dengan
mata yang sipit memasuki ruangan ujian. Memang, adat di negeri orang berbeda
degan adat di negeri sendiri. Biasanya jika di Indonesia, beberapa menit
sebelum ujian mahasiswa lebih suka berdiskusi belajar bersama hingga waktu
ujian tiba, kemudian mahasiswa barulah masuk ke dalam ruang pertempuran hidup dan
mati selama satu semester. Pengalaman yang aku rasakan di negeri ini sangat
berbeda, mahasiswa di sini lebih suka berdiskusi jauh-jauh hari sebelum ujian
dilaksanakan dan di hari-H ujian mereka lebih suka diam sambil membaca buku
atau mendengarkan musik. Sementara itu biasanya dosen akan memasuki ruangan
beberapa menit sebelum ujian dimulai, oleh karena itu tidak ada kata terlambat
bagi mahasiswa yang menempuh ujian karena di sini terlambat sama dengan malu.
“Good
Morning.” Sapa seorang bapak tua yang duduk di depan kelas.
“Morning.”Serentak
seisi kelas menyambut hangat sapaan bapak tua tadi.
Teman-teman
sekelasku tampak langsung menutup semua buku yang mereka baca dan mengeluarkan
sebuah pena. Sementara itu, bapak tua tadi langsung membagikan selembar kertas yang
bertuliskan beberapa pertanyaan dengan ujung kertas yang melambai-lambai
seperti mengajakku untuk cepat menuliskan gores jawabanku di kertas itu.
Suasana kelas
sangat hening sekali, masing-masing orang tengah sibuk berkutat pada
lembar-lembar kertas yang sedari tadi menggoda jemari untuk menggoreskan
imaginer masing-masing. Aku pun tenggelam dalam dunia imajinasi yang berpangkal
di otakku ini sembari memikirkan teori-teori baru yang aku dapatkan selama
kuliah di Jepang.
Pukul telah
menunjukkan jam sebelas lewat lima menit sekarang, separuh dari teman-temanku
telah selesai mengerjakan soal-soal ujian ini. Aku juga tengah menyelesaikan
soal terakhir dari dosenku, namun di saat aku menulis dadaku tiba-tiba terasa
sesak dan jantungku berdebar tak karuan. Belum pernah kurasakan debaran jantung
yang seperti ini, aku lalu memegang dadaku sambil merasakan debaran yang begitu
kencang. Tiba-tiba Pak Dosen memanggilku dan menayakan apakah ada yang terjadi
kepadaku, lalu aku menjawab tidak apa-apa sambil melanjutkan pekerjaanku.
Aneh sekali
jantungku dapat berdetak kencang seperti ada bom saja di dalamnya, padahal aku
tidak merasa gugup sama sekali saat mengerjakan soal ujian tadi.
“Mengapa aku
bisa deg-degan kayak gitu ya tadi?”Batinku dalam hati.
Di sebuah
lorong panjang aku berdiri menatap langit melalui sebuah jendela geser di
sepanjang tembok. Betapa biru langit pagi ini dengan sedikit goresan awan putih
di angkasa. Angin berhembus meniupkan guguran daun yang menyelimuti halaman
kampusku pagi ini, sementara itu kumpulan bunga-bunga sakura tampak mulai
bermekaran menghiasi sepanjang jalanan di sekeliling kampusku.
Aku hampir
saja lupa membaca surat yang kudapat pagi ini. Aku merogoh kantong tasku,
mencari selembar kertas kucal. Surat pagi ini bercerita padaku tentang indahnya
bunga sakura yang diam-diam mulai bermekaran di seluruh kota. Bunga-bunga
sakura yang bermekaran pagi ini seperti memberikan serbuk-serbuk magis yang
membuat setiap orang tersenyum gembira. Bunga sakura yang kubaca dari surat ini
adalah bingkisan permen dari Tuhan bagi siapa saja yang mampu menjaga asanya
tetap hangat di winter yang dingin.
Aku pun tersenyum lebar setelah membaca surat ini.
Aku terus
menatap keluar jendela sambil sesekali menoleh ke bawah melihat aktivitas
teman-teman baruku di Jepang. Sebagian dari mereka ada yang duduk di bangku
taman sambil mendengarkan musik dan membaca buku, adapula yang bercanda bersama
kumpulan mahasiswa lain. Aku terus berdiri sambil menggenggam surat yang aku
dapatkan pagi ini, namun tanpa aku sadari selongsong angin datang mencuri
kertasku hingga jatuh ke luar jendela. Aku langsung berlari menuju tangga untuk
turun ke bawah dan mengambil surat istimewaku yang jatuh tertiup angin.
Sesampainya di
bawah aku mencari di sekeliling taman untuk menemukan surat itu, namun tak
satupun jejak aku temukan. Selembar kertas itu hilang seperti lenyap di telan
bumi. Aku kemudian mencari di balik semak-semak, berharap surat itu jatuh dan
tersangkut di sana. Akan tetapi hasilnya sama saja, aku tidak bisa menemukan surat
itu.
Tiba-tiba ku
dengar langkah kaki yang berhenti tepat di belakangku, au menoleh dan ku teukan
seorang perempuan tersenyum menatapku. Aku pun membalas senyumannya sambil
mengangguk dan mencari kembali suratku yang hilang, namun sesaat sebelum aku melangkah
dari tempat itu, perempuan itu memanggilku.
“Hai kamu, apa
kamu kehilangan sesuatu?” Tanya perempuan itu kepadaku.
“Ya, suratku
terjatuh dari atas sana dan aku sedang mencarinya. Ehm... Kamu mahasiswa dar
Indonesia?” Tanyaku heran mengapa perempuan di depanku bertanya padaku dengan
memakai Bahasa Indonesia.
“Iya, kenalkan
aku Zahra dari Kalimantan. Salam kenal.” Jawabnya sambil membungkukkan badan
sesuai adab orang Jepang.
“Annisa dari Jakarta.” Jawabku sambil
membungkukkan badan juga.
“Annisa,
mungkin surat ini punyamu.” Kata Zahra sambil menyodorkan secarik kertas
kepadaku.
Aku kemudian
membaca tulisan pada kertas yang diberikan oleh Zahra, ternyata benar ini
memang suratku.
“Terima kasih
banyak ya Zahra.” Jawabku penuh senyum.
“Sama-sama. Oh
ya, maaf tadi aku sempat mebaca isi suratmu. Tulisan di dalamnya sungguh luar
biasa. Tulisan itu apa kamu yang menulisnya?”
“Oh... enggak
apa-apa Zahra. Ini bukan tulisanku, tetapi tulisan seseorang yang selalu
dikirimkan kepadaku.” Aku menjawab sambil tersenyum menatap Zahra
Begitulah
pertemuanku dengan Zahra dimulai. Sejak itu kami menjadi sangat dekat, walaupun
Zahra lebih tua setahun dariku.
Sejak hari aku bertemu Zahra, aku semakin sering menjelajahi kota Tokyo. Zahra sering kali mengajakku untuk berkeliling menjelajahi tempat-tempat unik di kota ini. Aku senang-senang saja saat harus menemani Zahra mengulik sudut dari setiap tepat yang kami kunjungi setiap akhir pekan. Zahra memang sangat menyukai dunia fotografi, dan aku tentu saja sangat menyukai dunia petualangan. Setiap gang-gang kecil di kota ini biasanya akan kami susuri hanya untuk menemukan sebuah toko permen tua.
Hari ini aku
dan Zahra menyempatkan diri untuk pergi ke danau dekat Taman Kota. Seperti
biasa, Zahra selalu asyik dengan sejuta mata kameranya sambil sesekali
mencuri-curi fotoku saat memandangi indahnya air danau yang jingga terkena
pantulan sinar senja. Aku lebih memilih berjalan-jalan menyusuri danau dan
melihat-lihat bunga sakura yang malu-malu mulai bermekaran di antara
ranting-ranting pohon yang berliuk. Sungguh ini adalah pemandangan terindah
yang pernah aku lihat sejak aku tiba di Jepang.
Aku kemudian
duduk di sebuah kursi panjang di tepian danau, sambil mengamati sepasang angsa
yang saling menatap satu sama lain. Aku tersenyum kecil sambil berpikir sungguh
Maha Agung Tuhan yang telah menciptakan setiap makhluk di dunia ini
berpasang-pasangan.
“Duuuk...”Suara
bola memantul dari kepalaku.
“Aow...”
Suaraku mengaduh.
Tiba-tiba saja
ada benda yang memantul di kepalaku. Kepalaku langsung terasa pusing, dan
setelah ku tengok itu adalah bola basket. Batinku siapa orang yang sudah tidak
sopan melemparku dengan bola basket sebesar ini.
“Sorry...”Ku
dengar seorang laki-laki mengucapkan kata maaf sambil terengah-engah.
“Ha?” Jawabku
masih terheran-heran.
Lelaki itu
nampak tidak asing bagiku, namun aku masih belum dapat menebak siapa laki-laki
yang berdiri di hadapanku ini. Penampilan lelaki ini tampak konyol, ia memakai
bandana dengan hiasan mata lebah di atasnya. Senyum kecilku pun sulit aku
tahan.
“Sorry for
this ball.” Katanya sambil membungkukkan badan
“Never
mind.”Aku berkata sambil membalas membungkukkan badan. "Ahh..., orang Indonesia." Batinku.
Tiba-tiba
kudengar suara anak kecil memanggil lelaki di hadapanku, anak kecil itu
kemudian menghampiri lelaki di hadapanku ini.
“Kakaaak...Kakaak !”Teriak seorang anak kecil.
“Jangan lari,
nanti jatuh!”Sahut lelaki yang berdiri di hadapanku.
Lelaki dan
anak perempuan itu kemudian berpamitan kepadaku dan sekali lagi meminta maaf
atas bola yang menimpa kepalaku tadi. Tiba-tiba aku mendengar suara Zahra
memanggil nama seseorang yang kutebak adalah nama dari lelaki ini.
“Mas Ilham,
hai!” Sapa Zahra.
“Lho, Zahra
kamu ngapain di sini? Bukannya kamu tadi pamit untuk ketemu seseorang?” Tanya
lelaki itu.
“Ehm... itu,
aku janjian ketemu orang itu di sini Mas, lho Mas ngapain di sini?”Zahra
menjawab degan akrab.
Aku semakin
menyerngitkan dahi, menebak-nebak siapa sebenarnya laki-laki yag berdiri di
hadapanku ini. Mengapa Zahra nampak begitu akrab dengan orang yang bernama
Ilham ini, lalu mengapa Zahra tidak bercerita bahwa dia memiliki janji bertemu
seseorang di sini?
“Oh, ini aku
sedang jalan-jalan dengan Faniza dan Fatir. Tadi bola yang dilempar Fatir
mengenai mbak ini Ra.” Jawab Ilham memecah keheningan.
“Ya ampun
masih jahil aja si Fatir. Oh ya Mas Ilham, kenalkan ini Annisa.”
“Annisa,
kenalkan ini mas Ilham.” Ucap Zahra sambil mengenalkanku pada lelaki yang baru
saja meminta maaf kepaku itu.
“Halo,
senang bertemu . Maaf ya, tadi bolanya kena kepalamu. Apa ada yang sakit?”
Tanya Mas Ilham kepadaku.
“Enggak Mas,
Cuma sedikit pusing aja kok. Kenalkan juga Mas, aku Annisa.”Jawabku sambil
menjabat tangan Mas IIham.
Ada perasaan
aneh ketika aku menjabat tangan Mas Ilham dan melihat tatapan matanya.
Jantungku tiba-tiba berdetak kencang seperti orang yang habis berlari. Debaran
jantung ini seperti yang aku rasakan ketika aku mengerjakan soal ujian
pertamaku tempo hari.
“Zahra,
Annisa, aku pamit dulu ya. Kasihan Fatir kutinggal di sana.”
“Ayo Niza,
pamitan sama kakak-kakak.” Ucap Mas Ilham
“Dadah kakak
Ra, kakak nica. Aku pamit dulu ya, dadah!”Lambaian tangan Faniza meninggalkan
senyum kecil di hati kami berdua.
“Ra, kudengar
tadi kamu punya janji ya ketemu seseorang di sini?”Tanyaku ingin tahu.
“He em. Aku
lupa ngasih tahu kamu ya Nis? Iya, sebentar lagi aku ingin ketemu kenalan
lamaku, kamu ikut ya Nis!” Rayu Zahra kepadaku.
“Sekarang
sudah sore banget Ra, aku ada janji makan malam dengan keluarga Pamanku. Aku
enggak boleh telat malam ini, kamu sendiri aja ya. Enggak apa-apa kan?”Bujukku
kepada Zahra.
“Oklah kalau
begitu. Salam ya buat Tante Lina.” Zahra menjawab sambil tersenyum.
Aku pun
langsung bergegas pergi dari tempat yang sudah membuat kepalaku pusing karena
terkena lemparan bola itu sambil melambaikan tangan ke sahabatku Zahra.
Halte bus di daerah sini sungguh sepi penumpang, hanya ada beberapa penumpang lanjut usia yang turun di halte ini untuk menuju ke klinik pengobatan dekat sini. Sementara itu hari mulai gelap, aku masih saja menunggu bus untuk pulang ke rumah.
Akhirnya bus
yang akan aku tumpangi datang, penumpang yang ada di dalamnya pun sangat
sedikit.
“Jegleekk...Ngiiik.”Suara
pintu bus terbuka.
Aku pun naik
ke bus itu dan mengeluarkan beberapa uang koin untuk menumpang di dalamnya. Begitu
aku duduk di kursi samping jendela, sepintas aku melihat sosok yang tidak asing
bagiku. Perawakannya tinggi, putih, dan matanya berwarna coklat tua. Pria itu
duduk di halte setelah aku naik ke dalam bus. Orang itu memakai topi dan
memegang sebuah kamera.
Aku tiba-tiba
langsung teringat kepada sosok yang pernah dekat bersamaku saat aku masih
kuliah di Jakarta. Sosok yang selalu mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan,
namun akhirnya memberiku sesedihan yang mendalam. Apakah orang itu adalah
Fadhli? Ah, mungkin saja itu hanya perasaanku saja. Bus yang aku tumpangi pun
melaju semakin jauh meninggalkan sosok pria di halte itu.
SI GUGUSAN GUNUNGAPI LEGENDARIS PELUKIS BENTANG SOSIAL-BUDAYA DAN EKONOMI JEPANG
Kondisi
fisik suatu negara biasa dilihat melalaui bentang alamnya. Bentang alam secara
harfiah berarti pemandangan. Secara istilah maka bentang alam memiliki makna
sebagai suatu pemandangan alam yang menyajikan mengenai gambaran bentuk
permukaan bumi beserta alam hayati yang ada bersamanya. Lalu apa pentingnya
dengan kondisi bentang alam di suatu negara? Pertanyaan ini tentu tidak mudah
untuk dijawab, namun secara garis besar bentang alam dapat dkatakan sebagai
“induk” dari suatu wilayah yang dapat mempengaruhi setiap sektor kehidupan di
dalamnya. Bentang alam akan mempengaruhi kondisi lingkungan tempat tinggal dari
suatu makhluk hidup dan cara mereka berinteraksi dengan satu sama lain. Hasil
interaksi manusia dalam mempertahankan hidupnya inilah yang kemudian disebut
sebagai bentang sosial budaya, oleh karena itu tidak jarang bentang sosial
budaya akan berkaitan erat dengan kondisi ekonomi suatu masyarakat.
Jepang
merupakan negara negara kepulauan dengan rentetan gugusan gunungapi yang
tersebar di hampir seluruh pelosok negeri. Keberadaan gunungapi tersebut secara
langsung mempengaruhi bentang sosial-budaya dan ekonomi yang berkembang di Jepang.
Bentang alam dalam hal ini tidak hanya terbatas dipandang sebagai bentukan
alamnya saja, melainkan juga meliputi sifat-sifat yang dimiliki dari setiap
bentukan bentang alam, atau yang lebih familiar
disebut sebagai sifat bentuklahan. Jadi, setiap bentuklahan yang terbentuk
pada suatu bentang alam akan memiliki sifat yang berbeda-beda sesuai proses
pembentukkannya di masa lampau serta proses-proses masa kini yang akan
mempengaruhi proses pembentukkan selanjutnya dan hasil proses tersebut di masa
mendatang. Wilayah gunungapi sendiri merupakan bentang alam berupa bentuklahan
vulkanik. Bentuklahan ini terbentuk akibat suatu proses vulkanisme di dalam
perut bumi, di mana pergerakan lempeng bumi menyebakan magma terdesak naik ke
atas permukaan sehingga menyebabkan terbentuknya punggungan gunungapi. Bentuklahan
vulkanik erat dengan resiko bencana alam letusan gunungapi.
Bagaimana
cara masyarakat Jepang menyikapi bencana yamg timbul karena keberadaan gunungapi
secara tidak langsung telah menjadi salah satu bentuk penciptaan budaya dalam
rangka mempertahankan keberlangsungan kehidupan mereka. Budaya ini sekaligus akan mempengaruhi kondisi sosial
masyarakat karena budaya itu sendiri tercipta akibat adanya interaksi sosial,
serta budaya pulalah yang menjadi rule of
the law bagi interaksi sosial yang berlangsung dalam masyarakat. Kehadiran
banyak gunungapi aktif di Jepang nyatanya telah membuat masyarakat harus mencari
tempat tinggal yang aman untuk menghindarkan resiko terkena bahaya bencana letusan
gunungapi yang sewaktu-waktu dapat datang. Status gunungapi di Jepang rata-rata
sangat berbahaya karena bersifat eksplosif,
dimana ledakan dashyat dapat terjadi saat gunungapi tersebut mengalami
erupsi. Keadaan ini mengakibatkan banyak lahan-lahan tidak dapat diperuntukkan
sebagai pemukiman. Masyarakat Jepang kemudian memilih membangun pemukiman di
wilayah dataran rendah yang jauh dari keberadaan gunungapi. Sayangnya,
keterbatasan wilayah dataran akibat bentuk negara kepulauan dengan 70% wilayah
berupa pegunungan menyebabkan perkembangan pemukiman hanya terpusat di
dataran-dataran rendah saja. Pertambahan populasi penduduk yang semakin
meningkat pun turut menyebabkan kebutuhan lahan semakin melambung setiap hari.
Lahan kemudian menjadi barang yang langka di daerah-derah pemukiman di Jepang.
Tokyo, Osaka, dan Nagoya mungkin dapat menjadi contoh betapa padatnya kawasan
pemukiman tumbuh di kota besar tersebur. Sekitar 60% dari total jumlah populasi
penduduk di Jepang sebesar 127,614 juta orang
hidup berjejal-jejalan di kota-kota tersebut, bahkan kini diperkirakan hanya
10% dari total penduduk Jepang yang hidup di kota pedesaan atau sub-urban. Kepadatan lingkungan tempat
tinggal ini kemudian menciptakan interaksi sosial budaya yang unik berupa
kebiasaan orang Jepang untuk menggunakan barang-barang yang kecil dan
minimalis.
Kebiasaan
tersebut terasa semakin jelas ketika melihat bentuk rumah-rumah penduduk Jepang
yang sebagian besar berukuran kecil dan bergaya minimalis. Rata-rata ukuran
rumah tersebut dapat dibilang hanya seukuran rumah petak di Indonesia dengan
dua lantai. Lantai pertama biasanya digunakan sebagai garasi kemudian lantai
kedua digunakan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas seperti tidur, memasak,
dan makan. Apabila digambarkan maka rumah-rumah terebut sangat mirip dengan
rumah milik Nobita dan teman-temannya di film Doraemon ataupun rumah Nohara
Shinosuke pada film Crayon Shin-Chan.
Gambar Penataan Kota di Tokyo (sumber: Google Earth)
Kesan mini pun tidak hanya bisa
didapatkan melalui penampilan rumah-rumah penduduk Jepang, bahkan di
tempat-tempat perjudian pun dapat ditemukan kesan mini pada penataan letak mesin-mesin
casino. Di Jepang, peletakkan mesin casino diatur agak berbeda dengan negara
asal pengekspornya yaitu Las Vegas, Amerika Serikat. Apabila di negara asalnya
mesin casino diletakkan secara horisontal, maka di Jepang mesin tersebut
diletakkan secara vertikal. Alasannya tidak lain untuk memaksimalkan jumlah
mesin yang dapat diletakkan dalam ruangan judi untuk menampung lebih banyak
pengunjung. Pemaksimalan jumlah mesin casino ini juga disebabkan oleh tingginya
daya tarik masyrakat Jepang untuk berjudi guna menghabiskan waktu luang yang
ada. Daya tarik masyarakat terhadap kegiatan berjudi di casino tersebut tidak
lepas dari tidak tersedianya lahan publik yang memungkinkan bagi masyarakat
Jepang untuk menghabiskan waktu luang dengan beraktivitas outdoor. Lagi-lagi hal tersebut tidak lepas dari terlalu padatnya kondisi
pemukiman sehingga tidak lagi tersedia lahan bagi ruang publik.
Kepadatan rupanya tidak
hanya berimbas negatif kepada masyarakat Jepang, namun juga dapat memberikan
dorongan positif bagi perkembangan industri di Jepang. Kebangkitan industri
Jepang diawali oleh suatu perusahaan teknologi radio di Jepang, yaitu Sony. Perusahaan ini saat itu mampu
menciptakan sebuah radio mini yang dapat dibawa kemana pun. Produk tersebut pun
langsung laris di pasaran hingga menembus pasar dunia dan hingga saat ini Sony masih eksis sebagai perusahaan
terdepan yang menciptakan produk inovasi teknologi mini. Produk-produk seperti
radio mini (walkman) yang diciptakan
oleh Sony tersebut merupakan sebuah
implementasi dari keinginan setiap penduduk Jepang untuk menciptakan ruang
pribadi di tengah kepadatan kota-kota besar Jepang. Bagaimana tidak, dengan mendengarkan
musik menggunakan head phone maka
pengguna dapat seperti mendapatkan privasi walaupun sedang berada di keramaian.
Hingga saat ini pun masyarakat Jepang masih terbiasa mendengarkan musik melalui
ponsel maupun music player mereka
ketika berada di kereta maupun ruang publik lainnya untuk seekedar mendapatkan
‘ruang pribadi’ di tengah kepadatan manusia.
Jepang merupakan negeri
yang memiliki etos tinggi untuk selalu bekerja keras dan disiplin. Tidak salah
jika banyak negara kagum akan kegemilangan Jepang yang mampu segera bangkit
atas kehancuran akibat dari kekalahan pada perang dunia kedua. Etos bekerja
keras dan disiplin tersebut telah membuka jalan bagi Jepang dalam membangun
kembali kerajaan perekonomian yang hingga kini telah merajai sebagian pasar perdagangan
dunia. Keberhasilan Jepang di bidang perekonomian industri tidak dapat
dipisahkan dari kegagalan pemerintah dalam mengelola alam yang keras dan telah
hancur sebagian karena kekalahan perang. Bagaimana tidak, sebagian besar
wilayah gunungapi di Jepang merupakan wilayah yang tandus akibat intensitas
erupsi yang cukup tinggi. Keangkuhan alam ini kemudian memberikan dorongan bagi
pengusaha-pengusaha Jepang untuk memulai bisnis industri dengan memanfaatkan
bahan industri mentah yang didatangkan dari wilayah di luar Jepang. Sekali lagi
perubahan dunia hadir dalam perekonomian Jepang yang tidak mundah menyerah
kepada keangkuhan alam yang ada.
Masalah utama yang
dihadapi Jepang sebenarnya tidak hanya berhenti pada keberhasilan pembangunan
ekonomi industri saja. Upaya mempertahankan dan mengembangkan industri itulah
yang justru menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Jepang. Mulai berkembangnya
kawasan industri menjadi kawasan pemukiman yang besar sesungguhnya memberikan
efek pada ketidaktersedianya lahan lagi bagi aktivitas industri. Medan yang
terjal di hampir seluruh wilayah pegunungan dan tidak amannya wilayah di sekitar
gunungapi berimbas terhadap kesulitan memilih lokasi yang efektif untuk
membangun industri. Untungnya, dewasa ini para ahli konstruksi di Jepang telah
menemukan solusi alternatif untuk pemilihan lokasi industri. Pengubahan rawa
dan wilayah tepian laut di pesisir menjadi dataran baru menjadi solusi yang
populer bagi pengusaha Jepang dalam mendapatkan lokasi baru bagi pembangunan
industri. Ekstensi ini tentunya bukanlah solusi yang murah karena memerlukan
biaya yang sangat mahal untuk mengangkut berjuta-juta kubik tanah di pegunungan
kemudian menimbunnya di pantai. Mahalnya biaya penimbunan pantai belum seberapa
mahal apabila dibandingkan dengan resiko bencana lain yang dapat melanda sewaktu-waktu.
Resiko tersebut ialah retaknya lapisan tanah di wilayah hasil penimbunan pantai
sehingga air laut menyusup dan mengubah tanah menjadi lumpur hisap yang dapat
merobohkan gedung di atasnya. Resiko ini bisa saja terjadi apabila gempa besar
tiba-tiba mengguncang Jepang, mengingat Jepang merupakan negara dengan
intensitas gempa cukup tinggi. Walaupun demikian, paling tidak solusi
pembangunan industri di daerah pantai dapat menghemat biaya transportasi karena
dekatnya letak pelabuhan serta jaringan transportasi yang cukup baik di wilayah
dataran rendah.
Jepang bukan hanya menjadi
negara sekuler yang berkilau dengan keemasan perekonomian dan kemajuan
perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Jepang merupakan negeri dengan
tradisi yang melekat kuat hingga saat ini. Masyarakat Jepang terus hidup dalam
keseimbangan spiritual dan sekulerisme seperti ilmu pengetahuan. Keseimbangan
yang paling jelas terlihat adalah adanya kepercayaan bahwa gunungapi adalah
tempat dewa tinggal dan merupakan tempat suci yang perlu dihormati. Hingga kini
pun masyarakat Jepang selalu melakukan karnaval-karnaval dan upacara adat setiap tahun sebagai bentuk penghormatan kepada gunungapi. Di sisi lain,
masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang cerdas yang selalu terbuka dengan
pengetahuan baru. Mereka juga paham mengenai pengetahuan-pengetahuan gunungapi.
Masyarakat Jepang bukan hanya mengandalkan sisi spiritual dan tradisi saja
dalam memahami tanda-tanda yang muncul dari gunungapi, tetapi mereka juga
mengaplikasikan ilmu pengetahuan serta teknologi mereka untuk lebih mengenal
gunungapi. Keseimbangan antara dua sisi inilah yang seolah-olah merupakan
tujuan dari apa yang mereka cari. Keseimbangan ini pulalah yang menyelamatkan
mereka dari bahaya letusan gunungapi di sekitar mereka. Masyarakat Dieng dan
Tengger di Indonesia nampaknya juga harus belajar menerapkan keseimbangan
spiritual dan ilmiah seperti di Jepang agar memiliki pandangan lebih obyektif
dalam hal berinteraksi dengan gunungapi. Apalagi pada tahun 2010 silam telah
timbul banyak korban jiwa di Merapi akibat ketidakadaan sinergitas pikiran
antara intuisi spiritual dengan keterbukaan hal-hal ilmiah.
Kehadiran gunungapi di
Jepang nyatanya memang memberikan banyak pukulan keras bagi masyarakat yang
hidup di dalamnya. Keterbatasan sumberdaya alam yang timbul karena gunungapi
telah menjadi sahabat hidup masyarakat Jepang untuk terus bekerja keras dan
disiplin. Keterbatasan sumberdaya lahan malah menciptakan budaya yang berciri
khas dengan gaya minimalis yang mereka banggakan hingga saat ini. Budaya tersebut
kemudian menjadi daya kreasi bagi interaksi sosial yang berlangsung di dalam
masyrakat Jepang dan berakar menjadi suatu kearifan lokal masyarakat Jepang.
Hambatan yang lebih kompleks lagi dari adanya gunungapi bagi perkembangan
industri Jepang telah menghadirkan budaya berinovasi yang tinggi bagi para
pengusaha. Keseimbangan pemikiran masyarakat Jepang yag menggabungkan intuisi
spiritual dan pengetahuan ilmiah mereka melahirkan keharmonisan kehidupan
antara masyarakat dan gunungapi tanpa menghilangkan unsur-unsur tradisi yang
luhur di dalam masyarakat Jepang.
Cerita Pendek Indonesia 3
“Pemirsa, saat ini penyelidik KPK tengah
melakukan pemeriksaan kembali kepada lima saksi baru terkait dengan kasus
penggelapan impor daging sapi yang dilakukan oleh tersangka Akhmal Fasanah.
Pemeriksaan dilakukan guna mencari tahu informasi lebih dalam mengenai apakah ada pihak-pihak lain lagi yang
juga ikut terlibat di dalam kasus ini. Sementara itu pada sore hari kemarin,
pengusaha ternama berinisial B.B.M telah diperbolehkan pulang oleh pihak
penyelidik KPK setelah selama 10 jam dilakukan pemeriksaan di gedung KPK.
Demikian, saya Anis Megantari melaporkan dari gedung KPK.” Suara tayangan
televisi nampak menyibakkan perhatian seluruh pengunjung warung makan tegal di
pinggiran jalan raya Pantura.
“Euleuh...euleuh...meni
gelo pisan Kang ya, daging sapi aja bisa jadi obyekan para pejabat. Makanan mah
harusnya jadi berkah buat dimakan, Enteuk buat jadi musibah.” Salah seorang
pengunjung mengomentari tayangan berita yang baru saja membuat seisi warung
mendadak heboh.
“Lha,
nek buat inyong mah mau daging sapi dikorupsi apa nggak ya padha bae. Inyong ora
tau makan daging sapi, lah inyong biasane makan tahu tempe sing murah hargane,”
sahut seorang pria dengan handuk kecil kumal dibahu sambil menyeruput kopi
pesanannya yang sudah mulai dingin karena ditinggal mengobrol sedari tadi.
“Iya...ya
Kang. Mau dikorupsi apa enteuk, teteup saja daging sapi mahal. Mending mah
makan sambel sama tahu saja. Hahahaha..,” jawab seorang pengunjung tadi yang duduk di sebelah sopir truk antar
pulau asal Banyumas.
Keadaan
warung pun kemudian mulai kembali dingin dengan aktivitas makan para pengunjung
di dalamnya, kehebohan yang mendadak hadir perlahan telah menguap bersama uap
panas dari gelas-gelas kopi yang dipesan oleh pengunjung. Sementara itu tanpa
pemilik warung sadari, seekor kadal sedari tadi ikut menyaksikan berita dari
sebuah televisi butut yang tergantung di atas sebuah rak besi dekat dengan
etalase warung. Kadal itu nampak diam saja saat melihat tayangan berita
penggelapan impor daging sapi, ia bukan tak mengerti isi berita itu, namun ia
memilih menyimpan berita yang ia lihat dan membawanya pulang sebagai ‘hadiah’
kehebohan bagi Tuan Empal, pemilik restoran di mana ia bekerja. Kadal hijau itu
pun langsung melesat menembus celah kecil di antara pintu dapur warung yang
sudah lapuk, bergegas menyampaikan berita penting kepada Tuannya.
“Gawaat,
gawat Tuan Empal! Saya baru saja melihat berita bahwa, ahh.. bahwa..,” kata
kadal hijau hendak menyampaikan berita dengan napas tersengal.
“Baba,
tenanglah dan katakan pelan-pelan!” jawab seekor kadal besar sambil bangkit
dari sebuah kursi goyang dan meninggalkan sebuah buku ramuan yang baru ia baca.
“Tuan
Empal, gawat! Upacara wisuda koloni bisa gagal, ini gawat sekali Tuan!” seru
Baba kepada Tuan Empal yang telah berdiri di depannya.
Tuan
Empal melepas kacamata yang ia pakai, menatap heran ke arah Baba sambil
menyerngitkan dahinya mencerna ketidakpahaman yang ia alami saat ini. “Apa maksudmu Baba? Aku tidak paham,” tanya
Tuan Empal kepada koki kecilnya yang tiba-tiba mengejutkan dirinya dengan
sebuah berita gawat.
Baba
kemudian menceritakan berita yang ia lihat dari televisi di warung langganannya
tempat ia mengambil semua kebutuhan bahan masakan untuk restoran. Ia
menceritakan berita itu dengan panjang lebar hingga Tuan Empal akhirnya pun mengerti akar permasalahan yang Baba
khawatirkan mengenai wisuda koloni kadal dua hari lagi. Tuan Empal sebagai
generasi ke-3 penanggungjawab pembuatan ramuan pasukan koloni kadal sadar bahwa
dirinya harus segera menemukan ide untuk mencegah kekacauan yang akan terjadi. Tuan
Empal kemudian segera memanggil empat karyawan restoran kepercayaannya untuk
membicarakan kondisi buruk yang akan mereka terima apabila hal yang tidak
mereka inginkan itu terjadi.
“Eheemm...
kalian tahu untuk apa kalian dikumpulkan di sini?” tanya Tuan Empal kepada
empat orang koki kepercayaannya.
“Ciaciacia...,
memang untuk apa Tuan?” sahut Mimi si
koki pembuat mie terlezat di sarang
kadal.
“Begini,
kalian tentunya sudah tahu bahwa kita sebagai koki kepercayaan Komandan Kadal
harus bisa mempersiapkan upacara wisuda koloni dengan sebaik-baiknya.
Keberhasilan ini akan menentukan pertahanan dan keamanan sarang kita dari
gangguan tikus-tikus jahat yang mengincar setiap telur kadal yang kita punya.”
Tuan Empal tampak tengah meyaknkan kembali tugas besar yang sedang mereka
jalankan.
Salah
seorang koki kemudian berbicara dengan lantang dengan semangatnya sambil
memukul meja di depannya. “Bah, kalau untuk itu tak usah dijelaskan lagi kami
sudah mengerti Tuan,” kata Loy salah seorang kadal koki yang ahli mengolah
segala aneka masakan berbahan durian.
“Hei
Loy, dengarkan dulu saat Tuanku ini sedang cakap. Jangan kau potong-potong
cakap orang lain!” Salah seorang koki melayu nampak kurang senang dengan gaya
berbicara Loy yang ‘asal seruduk’.
“Sutan
dan Loy sudahlah, dengarkan dulu apa yang ingin aku sampaikan kepada kalian,”
Tuan Empal berusaha meluruskan kembali tujuan dirinya mengumpulkan semua koki.
“Tadi
siang, Baba menyampaikan kabar buruk bagi kita, para koki pembuat ramuan
pasukan koloni kadal. Kabar itu sungguh sangat buruk, sampai-sampai bunga mawar
yang mendengarkan berita itu pun terkejut dan mendadak menguncup tidak mau mengembang
lagi,” jelas Tuan Empal lalu sambil memegangi tongkatnya dan melayangkan
pikirannya kepada sebuah cerita beberapa puluh tahun yang lalu.
“Tuanku,
mengapa dirimu membolehkan mawar mendengarkan percakapanmu dengan Baba? ” tanya
Sutan Heran.
Baba
kemudian tanpa sadar menjawab pertanyaan Sutan dengan berkata, “Karena mawar
memiliki duri yang tajam, namun lidahnya tak akan lebih tajam.”
Tuan Empal pun tersenyum dan
mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus-elus jenggot putihnya yang
panjang menjuntai menyapu setengah badannya yang hijau dan bersisik. “Ya, Baba
benar. Setajam-tajamnya duri mawar, lebih tajam lidah ular yang berbisa.
Sebenarnya ada hal yang lebih penting yang harus aku beritahukan kepada kalian,”
kata Tuan Empal.
Tuan
Empal kemudian menjelaskan kembali kepada empat koki kepercayaannya. “Dunia
manusia sekarang sedang dihebohkan oleh peristiwa penggelapan impor daging
sapi. Tentunya kalian paham tentang hal apa yang akan kita alami jika kita
tidak bisa mendapatkan daging sapi untuk ditukarkan dengan bahan ramuan yang
akan kita buat. Penjual warung makan bisa jadi tidak akan sanggup membeli
daging sapi yang harganya semakin mahal karena pembatasan impor daging sapi
karena efek kasus suap yang dilakukan manusia rakus itu.”
“
Bah, kalau begitu mengapa kita tidak mengambil daging dari restoran mewah ujung
jalan saja Tuanku? Saya dengar koki di sana selalu memasak masakan daging
eropa.” Tanya Loy sambil mengacungkan cakar tangannya.
“
Hmm...” Tuan Empal tertawa.
“
Kau lupa siapa diri kita ini anakku? Kita hanya kadal, bagaimana kita bisa
masuk ke restoran mewah? Di sana tembok dan pintu dapur sangat kokoh, serta ada
manusia yang bertugas menjaga kebersihan sepanjang hari. Walaupun kita bisa
masuk, kita tidak mungkin bisa lolos dari penjaga itu, kemudian kita akan
berakhir di tempat sampah. Tempat yang lebih hina dari tempat manusia koruptor,”
jelas Tuan Empal.
Tuan
Empal dan keempat kokinya kemudian melanjutkan kembali perbincangan mereka
untuk tetap mendapatkan daging sapi seperti yang mereka harapkan untuk
ditukarkan dengan bahan ramuan. Koki-koki
di sarang kadal selalu tahu bahwa si Kucing murah hati akan memberikan
mata-mata sapi sebagai ganti dari daging yang mereka berikan. Mata-mata sapi
itulah yang memberikan sihir kepada pasukan kadal untuk dapat berubah menjadi
lebih besar dan kuat. Mata-mata sapi itu
dipercayai oleh koloni sebagai mata dewa yang memberikan mata yang tajam bagi
pasukan kadal agar dapat selalu mengawasi telur-telur kadal sepanjang hari.
Beberapa lama kemudian berdiskusi dengan
keempat koki kepercayaannya, Tuan Empal akhirnya memutuskan untuk menemui si
Kucing murah hati untuk menanyakan apakah mereka dapat menukarkan makanan lain
untuk mendapatkan mata-mata sapi. Kucing murah hati pun mengatakan bahwa
dirinya sudah lama menginginkan sepotong daging cicak untuk sajian makan
malamnya hari ini, maka Tuan Empal pun menyanggupi permintaan Kucing murah hati
itu.
Sesaat
sekembalinya Tuan Empal dari rumah Kucing murah hati, maka ia langsung
memerintahkan keempat koki kepercayaannya itu untuk menyiapkan hidangan makan
malam yang diinginkan oleh Kucing murah hati, yaitu tumis daging cicak. Tuan
Empal meminta keempat kokinya itu untuk pergi ke empat penjuru arah mata angin.
Sutan pergi ke arah utara, Loy pergi ke selatan, Mimi pergi ke barat, dan Baba
pergi ke timur.
Keempat
koki kadal itu menyusuri rumah-rumah manusia untuk mencari seekor cicak yang
bersedia mereka masak sebagai santapan si Kucing murah hati. Sayangnya sungguh
malang nasib koki-koki itu, bukannya mendapatkan seekor cicak untuk dibawa ke
sarang tetapi mereka malah mendapatkan kesialan yang sangat buruk. Mimi bahkan
tak bisa pulang ke sarang kadal karena ia harus bersembunyi di pohon dari
kejaran anjing yang tinggal di tempat ia mencari seekor cicak. Loy juga
bernasib sial seperti Mimi, ia tak bisa pulang ke sarang kadal karena ia kini
menjadi tawanan tokek-tokek gendut. Awalnya Loy mengira ia berhasil menangkap
seekor cicak, namun ternyata ia salah menculik anak tokek yang ia kira seekor
cicak, maka dibawalah ia ke sarang tokek. Sementara itu, Sutan juga tidak bisa
pulang ke sarang kadal karena ia kehilangan kemampuan lidahnya sebagai penuntun
jalan pulang kembal ke sarang kadal. Beberapa saat lalu ia bertemu dengan
seekor bunglon betina yang sungguh mempesona sehingga membuat mata Sutan
terbelalak. Sutan pun lalu mendekati bunglon betina dengan memiliki warna tubuh
yang melelehkan setiap bangsa kadal yang memandangnya. Bunglon itu pun nampak
menyukai Sutan, maka pergilah mereka untuk berjalan-jalan mengelilingi taman
bunga di dekat sarang bunglon. Sutan pun diberi sebuah sari pati bunga, maka
tak berapa lama kemudian ia tertidur lelap di antara rerumputan di tengah
taman. Ketika Sutan bangun, ia baru sadar bahwa bunglon betina yang ia temui
sudah mencuri sebagian sihir di lidahnya. Ia pun hanya mampu bersedih menangisi
nasib dirinya yang tersesat, nasib sarangnya, dan nasib hatinya yang ditinggal
oleh gadis pujaan hatinya.
Tinggalah
Baba seorang diri yang masih bisa menyelamatkan diri dari cengkeraman kucing
penunggu rumah yang ia datangi untuk mencari seekor cicak. Ia baru menyadari
bahwa sunggulah kucing memiliki sifat yang kejam dan hati yang licik. Baba baru
menyadarinya ketika dirinya hampir mati di cengkeraman cakar kucing.
“Sungguh sangat menyenangkan mendapatkan
mangsa sepertimu, kadal bodoh!” seru si Kucing sambil mencengkeram sebagian
tubuh Baba.
“Jangan
kau makan aku Kucing yang baik hati, aku adalah teman dari Kucing murah hati di
barat sana,” bujuk Baba kepada si Kucing.
“Apa
kau bilang? Harus kau tahu kadal bodoh, di dunia ini tak ada kucing yang ingin
berteman dengan kadal. Kasihan sekali, kau sudah dibodohi olehnya!
Hahahaha...!” jawab sang Kucing dengan gigi taringnya yang menjulur ke luar.
“Sekarang
kau adalah santapanku...Haaam!” kata si Kucing sesaat sebelum kucing lain
datang untuk berebut mangsa.
Saat
kedua kucing itu sibuk berkelahi, Baba kemudian berlari dengan sangat cepat. Badannya
yang kecil mampu melesatkan tubuhnya dari jari-jari kucing jahat yang ia temui.
Ia berlari sampai akhirnya ia berhenti di tepian sungai untuk membasuh luka di
punggungnya. Saat ia membasuh dirinya di sungai, ia mendengar geleparan ekor
dari balik rerimbunan seresah daun. Baba kemudian bangkit dari sungai,
perlahan-lahan ia mencoba mendekati asal suara itu. Betapa terkejutnya ia saat
menemukan seekor cicak muda mengikutinya sedari tadi.
“ Apa
yang kau lakukan di sini?” tanya Baba kepada cicak.
“
Tenanglah, aku hanya ingin membantumu Baba,” sahut cicak itu sambil gemetar.
“
Haa.., dari mana kau tahu namaku? Apa kau suruhan kucing jelek itu?” tanya Baba
curiga.
Cicak
muda itu pun kemudian mengajak Baba duduk bersamanya. Ia pun kemudian
menceritakan alasan dirinya mengikuti Baba sejak dari restoran Tuan Empal.
Cicak itu menceritakan rencana busuk si Kucing murah hati sebenarnya kepada
sarang kadal.
“Baba, Kucing yang kau anggap murah hati
itu sebenarnya hendak memangsa telur-telur di sarangmu, namun ia berpikir lebih
menyenangkan menerima daging-daging lezat yang berikan Tuan Empal dibandingkan
bersusah payah mencuri telur kadal. Saat ini ia berencana kembali mencuri
telur-telur itu bersama tikus-tikus yang ia kelabuhi. Kembalilah ke sarangmu,
sebab sebentar lagi ia akan sampai di sarangmu bersama tikus-tikus. Ia sengaja
mengirim kau dan teman kokimu untuk mencari daging cicak agar kau dan temanmu
tidak bisa menyelesaikan ramuan pasukan kadal!” kata cicak kepada Baba dengan
sangat serius.
“ Aku sudah tahu dia jahat. Tapi,
mengapa kau mau membantu kadal sepertiku cicak? Bukankah aku dan kawan-kawanku
telah kejam ingin memasak kau dan teman-temanmu?”
“ Kau lupa kawan? Kita ini masih satu
bangsa reptil, begitu juga dengan ular. Lagi pula ini rasa terima kasihku atas
nyamuk yang kau berikan padaku tiga tahun silam. Cepat pergilah, dan bawalah telur
ayam dari sarang ayam di seberang, pecahkanlah telur itu di atas penggorenganmu
yang panas, ia akan berubah menjadi mata-mata sapi. Bersegeralah, dan
selamatkan sarangmu!” kata cicak muda dengan geleparan ekornya menyemangati
Baba.
Baba pun berlari kembali, melesatkan
tubuhnya menembus seresah daun. Ia segera berlari ke arah sarang ayam dan
berhasil membawa sebutir telur yang ia gelindingkan dengan kepala hijaunya yang
kecil. Saat ia kembali ke sarang kadal, nampak dari jauh kucing dan tikus
hendak menuju ke sarangnya. Ia pun cepat-cepat memecahkan telur itu di atas
penggorengan hingga membentuk mata-mata sapi. Mata-mata sapi itu pun
cepat-cepat ia campurkan dengan bahan ramuan lain. Baba kemudian berlari keluar
dari restorannya membagikan ramuan itu kepada pasukan kadal muda yang akan
diwisuda besok. Baba tak sempat lagi memikirkan hukuman apa yang akan ia
dapatkan dari Komandan karena ia membagikan ramuan sebelum waktu wisuda tiba. Pikirnya,
ia hanya ingin menyelamatkan sarangnya sebelum esok hari ia benar-benar sedih
melihat telur-telur kadal dicuri oleh tikus dan kucing yang semakin mendekat. Dalam
waktu sekejap pasukan kadal muda pun berubah menjadi lebih besar dan kuat berkat
ramuan ajaib yang diberikan oleh Baba.
Kucing dan tikus yang telah tiba di sarang kadal belum sadar bahwa kadal-kadal
yang mereka tantang adalah kadal-kadal hebat yang lebih kuat daripada
sebelumnya. Setika itu juga terjadilah pergulatan yang besar di sarang kadal.
Tuan Empal yang berdiri agak jauh dari sarang kadal nampak sedang tersenyum
bersama cicak muda yang telah bertemu dengan Baba tadi. Mata mereka saling
berpandangan, seolah mengisyaratkan sebuah jawaban siapa yang menang pada
pertarungan kali ini.
Langganan:
Postingan (Atom)