Rabu, 22 Januari 2014

Cerita Pendek Indonesia Edisi Spesial

A Deep Heart


Hembusan angin dan guguran daun waktu itu seperti menghembuskan sebagian isi hatiku. Gerimis hujan menyelinap membasahi pipi yang telah basah oleh hati yang sendu. Pikiranku tak sejalan lagi dengan isi hati yang kupendam, sementara jantung ini tak mau mendengarkan jiwa ini lagi.
Empat belas November dua ribu dua belas, akalku sedang mencari jalan keluar dari pertanyaan yang membelenggu selama ini. Apakah dia atau dia yang selama ini menggetarkan kalbu ini. Dua pria dengan karakter yang berbeda kini benar-benar membuat kupu-kupu yang melayang di hatiku terbang tak terarah sampai-sampai ia ingin pergi tenggelam bersama cucuran air mata hati ini.
Aku genggam selembar kertas berisi surat dari seseorang yang sebelumnya tidak aku ketahui siapa empunya. Surat ini adalah surat yang berharga untukku. Setiap hari Jumat pagi aku selalu menemukan surat yang seperti ini ditumpukkan isi lokerku yang sesak oleh buku-buku kuliah. Setiap kali aku membaca surat ini aku selalu kembali bersemangat untuk menghadapi kerasnya hidup. Kata-kata yang tertulis di dalam surat-surat ini selalu ada senyum dan sapa yang hangat dari seseorang, dan selalu ada kata-kata indah yang memberiku motivasi untuk tersenyum menjalani hari-hariku. Ya, kata-kata dalam surat ini memang seperti magis yang bisa menghipnotisku dan membawaku ke dalam dunia kebahagiaan.


Hari ini kudapatkan dua lembar surat di dalam lokerku. Aneh sekali surat yang kudapatkan biasanya selalu rapi dan terlipat indah, namun kali ini tidak. Surat yang kudapat kali ini kucal dan agak basah. Aku tak mau menebak-nebak kenapa surat kali ini berbeda, saat ini aku sedang terburu-buru untuk mengikuti ujian, kemudian dengan tergesa-gesa aku mengambil surat itu dan aku letakkan di dalan tas kuliahku.
Suasana pagi ini begitu sepi, hanya ada beberapa mahasiswa yang duduk tenang di dalam kelas. Ujian kali ini nampaknya agak berbeda bagiku karena ini adalah pertama kalinya aku menempuh ujian di luar negeri. Sudah beberapa bulan sejak kepindahanku ke Jepang akhirnya aku bisa menguji kemampuanku melaui ujian ini.
Jarum jam sedari tadi berdetak mengikuti irama tiga buah penari kecil berujung lancip kini telah mengarahkan sudutnya ke angka pukul sepuluh kurang lima menit. Seorang bapak tua dengan mata yang sipit memasuki ruangan ujian. Memang, adat di negeri orang berbeda degan adat di negeri sendiri. Biasanya jika di Indonesia, beberapa menit sebelum ujian mahasiswa lebih suka berdiskusi belajar bersama hingga waktu ujian tiba, kemudian mahasiswa barulah masuk ke dalam ruang pertempuran hidup dan mati selama satu semester. Pengalaman yang aku rasakan di negeri ini sangat berbeda, mahasiswa di sini lebih suka berdiskusi jauh-jauh hari sebelum ujian dilaksanakan dan di hari-H ujian mereka lebih suka diam sambil membaca buku atau mendengarkan musik. Sementara itu biasanya dosen akan memasuki ruangan beberapa menit sebelum ujian dimulai, oleh karena itu tidak ada kata terlambat bagi mahasiswa yang menempuh ujian karena di sini terlambat sama dengan malu.
“Good Morning.” Sapa seorang bapak tua yang duduk di depan kelas.
“Morning.”Serentak seisi kelas menyambut hangat sapaan bapak tua tadi.
Teman-teman sekelasku tampak langsung menutup semua buku yang mereka baca dan mengeluarkan sebuah pena. Sementara itu, bapak tua tadi langsung membagikan selembar kertas yang bertuliskan beberapa pertanyaan dengan ujung kertas yang melambai-lambai seperti mengajakku untuk cepat menuliskan gores jawabanku di kertas itu.
Suasana kelas sangat hening sekali, masing-masing orang tengah sibuk berkutat pada lembar-lembar kertas yang sedari tadi menggoda jemari untuk menggoreskan imaginer masing-masing. Aku pun tenggelam dalam dunia imajinasi yang berpangkal di otakku ini sembari memikirkan teori-teori baru yang aku dapatkan selama kuliah di Jepang.
Pukul telah menunjukkan jam sebelas lewat lima menit sekarang, separuh dari teman-temanku telah selesai mengerjakan soal-soal ujian ini. Aku juga tengah menyelesaikan soal terakhir dari dosenku, namun di saat aku menulis dadaku tiba-tiba terasa sesak dan jantungku berdebar tak karuan. Belum pernah kurasakan debaran jantung yang seperti ini, aku lalu memegang dadaku sambil merasakan debaran yang begitu kencang. Tiba-tiba Pak Dosen memanggilku dan menayakan apakah ada yang terjadi kepadaku, lalu aku menjawab tidak apa-apa sambil melanjutkan pekerjaanku.




Aneh sekali jantungku dapat berdetak kencang seperti ada bom saja di dalamnya, padahal aku tidak merasa gugup sama sekali saat mengerjakan soal ujian tadi.
“Mengapa aku bisa deg-degan kayak gitu ya tadi?”Batinku dalam hati.
Di sebuah lorong panjang aku berdiri menatap langit melalui sebuah jendela geser di sepanjang tembok. Betapa biru langit pagi ini dengan sedikit goresan awan putih di angkasa. Angin berhembus meniupkan guguran daun yang menyelimuti halaman kampusku pagi ini, sementara itu kumpulan bunga-bunga sakura tampak mulai bermekaran menghiasi sepanjang jalanan di sekeliling kampusku.
Aku hampir saja lupa membaca surat yang kudapat pagi ini. Aku merogoh kantong tasku, mencari selembar kertas kucal. Surat pagi ini bercerita padaku tentang indahnya bunga sakura yang diam-diam mulai bermekaran di seluruh kota. Bunga-bunga sakura yang bermekaran pagi ini seperti memberikan serbuk-serbuk magis yang membuat setiap orang tersenyum gembira. Bunga sakura yang kubaca dari surat ini adalah bingkisan permen dari Tuhan bagi siapa saja yang mampu menjaga asanya tetap hangat di winter yang dingin. Aku pun tersenyum lebar setelah membaca surat ini.
Aku terus menatap keluar jendela sambil sesekali menoleh ke bawah melihat aktivitas teman-teman baruku di Jepang. Sebagian dari mereka ada yang duduk di bangku taman sambil mendengarkan musik dan membaca buku, adapula yang bercanda bersama kumpulan mahasiswa lain. Aku terus berdiri sambil menggenggam surat yang aku dapatkan pagi ini, namun tanpa aku sadari selongsong angin datang mencuri kertasku hingga jatuh ke luar jendela. Aku langsung berlari menuju tangga untuk turun ke bawah dan mengambil surat istimewaku yang jatuh tertiup angin.
Sesampainya di bawah aku mencari di sekeliling taman untuk menemukan surat itu, namun tak satupun jejak aku temukan. Selembar kertas itu hilang seperti lenyap di telan bumi. Aku kemudian mencari di balik semak-semak, berharap surat itu jatuh dan tersangkut di sana. Akan tetapi hasilnya sama saja, aku tidak bisa menemukan surat itu.
Tiba-tiba ku dengar langkah kaki yang berhenti tepat di belakangku, au menoleh dan ku teukan seorang perempuan tersenyum menatapku. Aku pun membalas senyumannya sambil mengangguk dan mencari kembali suratku yang hilang, namun sesaat sebelum aku melangkah dari tempat itu, perempuan itu memanggilku.
“Hai kamu, apa kamu kehilangan sesuatu?” Tanya perempuan itu kepadaku.
“Ya, suratku terjatuh dari atas sana dan aku sedang mencarinya. Ehm... Kamu mahasiswa dar Indonesia?” Tanyaku heran mengapa perempuan di depanku bertanya padaku dengan memakai Bahasa Indonesia.
“Iya, kenalkan aku Zahra dari Kalimantan. Salam kenal.” Jawabnya sambil membungkukkan badan sesuai adab orang Jepang.
 “Annisa dari Jakarta.” Jawabku sambil membungkukkan badan juga.
“Annisa, mungkin surat ini punyamu.” Kata Zahra sambil menyodorkan secarik kertas kepadaku.
 Aku kemudian membaca tulisan pada kertas yang diberikan oleh Zahra, ternyata benar ini memang suratku.
“Terima kasih banyak ya Zahra.” Jawabku penuh senyum.
“Sama-sama. Oh ya, maaf tadi aku sempat mebaca isi suratmu. Tulisan di dalamnya sungguh luar biasa. Tulisan itu apa kamu yang menulisnya?”
“Oh... enggak apa-apa Zahra. Ini bukan tulisanku, tetapi tulisan seseorang yang selalu dikirimkan kepadaku.” Aku menjawab sambil tersenyum menatap Zahra
Begitulah pertemuanku dengan Zahra dimulai. Sejak itu kami menjadi sangat dekat, walaupun Zahra lebih tua setahun dariku.



 Sejak hari aku bertemu Zahra, aku semakin sering menjelajahi kota Tokyo. Zahra sering kali mengajakku untuk berkeliling menjelajahi tempat-tempat unik di kota ini. Aku senang-senang saja saat harus menemani Zahra mengulik sudut dari setiap tepat yang kami kunjungi setiap akhir pekan. Zahra memang sangat menyukai dunia fotografi, dan aku tentu saja sangat menyukai dunia petualangan. Setiap gang-gang kecil di kota ini biasanya akan kami susuri hanya  untuk menemukan sebuah toko permen tua.
Hari ini aku dan Zahra menyempatkan diri untuk pergi ke danau dekat Taman Kota. Seperti biasa, Zahra selalu asyik dengan sejuta mata kameranya sambil sesekali mencuri-curi fotoku saat memandangi indahnya air danau yang jingga terkena pantulan sinar senja. Aku lebih memilih berjalan-jalan menyusuri danau dan melihat-lihat bunga sakura yang malu-malu mulai bermekaran di antara ranting-ranting pohon yang berliuk. Sungguh ini adalah pemandangan terindah yang pernah aku lihat sejak aku tiba di Jepang.
Aku kemudian duduk di sebuah kursi panjang di tepian danau, sambil mengamati sepasang angsa yang saling menatap satu sama lain. Aku tersenyum kecil sambil berpikir sungguh Maha Agung Tuhan yang telah menciptakan setiap makhluk di dunia ini berpasang-pasangan.
“Duuuk...”Suara bola memantul dari kepalaku.
“Aow...” Suaraku mengaduh.
Tiba-tiba saja ada benda yang memantul di kepalaku. Kepalaku langsung terasa pusing, dan setelah ku tengok itu adalah bola basket. Batinku siapa orang yang sudah tidak sopan melemparku dengan bola basket sebesar ini.
“Sorry...”Ku dengar seorang laki-laki mengucapkan kata maaf sambil terengah-engah.
“Ha?” Jawabku masih terheran-heran.
Lelaki itu nampak tidak asing bagiku, namun aku masih belum dapat menebak siapa laki-laki yang berdiri di hadapanku ini. Penampilan lelaki ini tampak konyol, ia memakai bandana dengan hiasan mata lebah di atasnya. Senyum kecilku pun sulit aku tahan.
“Sorry for this ball.” Katanya sambil membungkukkan badan
“Never mind.”Aku berkata sambil membalas membungkukkan badan. "Ahh..., orang Indonesia." Batinku.
Tiba-tiba kudengar suara anak kecil memanggil lelaki di hadapanku, anak kecil itu kemudian menghampiri lelaki di hadapanku ini.
“Kakaaak...Kakaak !”Teriak seorang anak kecil.
“Jangan lari, nanti jatuh!”Sahut lelaki yang berdiri di hadapanku.
Lelaki dan anak perempuan itu kemudian berpamitan kepadaku dan sekali lagi meminta maaf atas bola yang menimpa kepalaku tadi. Tiba-tiba aku mendengar suara Zahra memanggil nama seseorang yang kutebak adalah nama dari lelaki ini.
“Mas Ilham, hai!” Sapa Zahra.
“Lho, Zahra kamu ngapain di sini? Bukannya kamu tadi pamit untuk ketemu seseorang?” Tanya lelaki itu.
“Ehm... itu, aku janjian ketemu orang itu di sini Mas, lho Mas ngapain di sini?”Zahra menjawab degan akrab.
Aku semakin menyerngitkan dahi, menebak-nebak siapa sebenarnya laki-laki yag berdiri di hadapanku ini. Mengapa Zahra nampak begitu akrab dengan orang yang bernama Ilham ini, lalu mengapa Zahra tidak bercerita bahwa dia memiliki janji bertemu seseorang di sini?
“Oh, ini aku sedang jalan-jalan dengan Faniza dan Fatir. Tadi bola yang dilempar Fatir mengenai mbak ini Ra.” Jawab Ilham memecah keheningan.
“Ya ampun masih jahil aja si Fatir. Oh ya Mas Ilham, kenalkan ini Annisa.”
“Annisa, kenalkan ini mas Ilham.” Ucap Zahra sambil mengenalkanku pada lelaki yang baru saja meminta maaf kepaku itu.
“Halo, senang bertemu . Maaf ya, tadi bolanya kena kepalamu. Apa ada yang sakit?” Tanya Mas Ilham kepadaku.
“Enggak Mas, Cuma sedikit pusing aja kok. Kenalkan juga Mas, aku Annisa.”Jawabku sambil menjabat tangan Mas IIham.
Ada perasaan aneh ketika aku menjabat tangan Mas Ilham dan melihat tatapan matanya. Jantungku tiba-tiba berdetak kencang seperti orang yang habis berlari. Debaran jantung ini seperti yang aku rasakan ketika aku mengerjakan soal ujian pertamaku tempo hari.
“Zahra, Annisa, aku pamit dulu ya. Kasihan Fatir kutinggal di sana.”
“Ayo Niza, pamitan sama kakak-kakak.” Ucap Mas Ilham
“Dadah kakak Ra, kakak nica. Aku pamit dulu ya, dadah!”Lambaian tangan Faniza meninggalkan senyum kecil di hati kami berdua.
“Ra, kudengar tadi kamu punya janji ya ketemu seseorang di sini?”Tanyaku ingin tahu.
“He em. Aku lupa ngasih tahu kamu ya Nis? Iya, sebentar lagi aku ingin ketemu kenalan lamaku, kamu ikut ya Nis!” Rayu Zahra kepadaku.
“Sekarang sudah sore banget Ra, aku ada janji makan malam dengan keluarga Pamanku. Aku enggak boleh telat malam ini, kamu sendiri aja ya. Enggak apa-apa kan?”Bujukku kepada Zahra.
“Oklah kalau begitu. Salam ya buat Tante Lina.” Zahra menjawab sambil tersenyum.
Aku pun langsung bergegas pergi dari tempat yang sudah membuat kepalaku pusing karena terkena lemparan bola itu sambil melambaikan tangan ke sahabatku Zahra.



 Halte bus di daerah sini sungguh sepi penumpang, hanya ada beberapa penumpang lanjut usia yang turun di halte ini untuk menuju ke klinik pengobatan dekat sini. Sementara itu hari mulai gelap, aku masih saja menunggu bus untuk pulang ke rumah.
Akhirnya bus yang akan aku tumpangi datang, penumpang yang ada di dalamnya pun sangat sedikit.
“Jegleekk...Ngiiik.”Suara pintu bus terbuka.
Aku pun naik ke bus itu dan mengeluarkan beberapa uang koin untuk menumpang di dalamnya. Begitu aku duduk di kursi samping jendela, sepintas aku melihat sosok yang tidak asing bagiku. Perawakannya tinggi, putih, dan matanya berwarna coklat tua. Pria itu duduk di halte setelah aku naik ke dalam bus. Orang itu memakai topi dan memegang sebuah kamera.
Aku tiba-tiba langsung teringat kepada sosok yang pernah dekat bersamaku saat aku masih kuliah di Jakarta. Sosok yang selalu mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan, namun akhirnya memberiku sesedihan yang mendalam. Apakah orang itu adalah Fadhli? Ah, mungkin saja itu hanya perasaanku saja. Bus yang aku tumpangi pun melaju semakin jauh meninggalkan sosok pria di halte itu.


SI GUGUSAN GUNUNGAPI LEGENDARIS PELUKIS BENTANG SOSIAL-BUDAYA DAN EKONOMI JEPANG




            Kondisi fisik suatu negara biasa dilihat melalaui bentang alamnya. Bentang alam secara harfiah berarti pemandangan. Secara istilah maka bentang alam memiliki makna sebagai suatu pemandangan alam yang menyajikan mengenai gambaran bentuk permukaan bumi beserta alam hayati yang ada bersamanya. Lalu apa pentingnya dengan kondisi bentang alam di suatu negara? Pertanyaan ini tentu tidak mudah untuk dijawab, namun secara garis besar bentang alam dapat dkatakan sebagai “induk” dari suatu wilayah yang dapat mempengaruhi setiap sektor kehidupan di dalamnya. Bentang alam akan mempengaruhi kondisi lingkungan tempat tinggal dari suatu makhluk hidup dan cara mereka berinteraksi dengan satu sama lain. Hasil interaksi manusia dalam mempertahankan hidupnya inilah yang kemudian disebut sebagai bentang sosial budaya, oleh karena itu tidak jarang bentang sosial budaya akan berkaitan erat dengan kondisi ekonomi suatu masyarakat.
            Jepang merupakan negara negara kepulauan dengan rentetan gugusan gunungapi yang tersebar di hampir seluruh pelosok negeri. Keberadaan gunungapi tersebut secara langsung mempengaruhi bentang sosial-budaya dan ekonomi yang berkembang di Jepang. Bentang alam dalam hal ini tidak hanya terbatas dipandang sebagai bentukan alamnya saja, melainkan juga meliputi sifat-sifat yang dimiliki dari setiap bentukan bentang alam, atau yang lebih familiar disebut sebagai sifat bentuklahan. Jadi, setiap bentuklahan yang terbentuk pada suatu bentang alam akan memiliki sifat yang berbeda-beda sesuai proses pembentukkannya di masa lampau serta proses-proses masa kini yang akan mempengaruhi proses pembentukkan selanjutnya dan hasil proses tersebut di masa mendatang. Wilayah gunungapi sendiri merupakan bentang alam berupa bentuklahan vulkanik. Bentuklahan ini terbentuk akibat suatu proses vulkanisme di dalam perut bumi, di mana pergerakan lempeng bumi menyebakan magma terdesak naik ke atas permukaan sehingga menyebabkan terbentuknya punggungan gunungapi. Bentuklahan vulkanik erat dengan resiko bencana alam letusan gunungapi.
            Bagaimana cara masyarakat Jepang menyikapi bencana yamg timbul karena keberadaan gunungapi secara tidak langsung telah menjadi salah satu bentuk penciptaan budaya dalam rangka mempertahankan keberlangsungan kehidupan mereka. Budaya ini  sekaligus akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat karena budaya itu sendiri tercipta akibat adanya interaksi sosial, serta budaya pulalah yang menjadi rule of the law bagi interaksi sosial yang berlangsung dalam masyarakat. Kehadiran banyak gunungapi aktif di Jepang nyatanya telah membuat masyarakat harus mencari tempat tinggal yang aman untuk menghindarkan resiko terkena bahaya bencana letusan gunungapi yang sewaktu-waktu dapat datang. Status gunungapi di Jepang rata-rata sangat berbahaya karena bersifat eksplosif, dimana ledakan dashyat dapat terjadi saat gunungapi tersebut mengalami erupsi. Keadaan ini mengakibatkan banyak lahan-lahan tidak dapat diperuntukkan sebagai pemukiman. Masyarakat Jepang kemudian memilih membangun pemukiman di wilayah dataran rendah yang jauh dari keberadaan gunungapi. Sayangnya, keterbatasan wilayah dataran akibat bentuk negara kepulauan dengan 70% wilayah berupa pegunungan menyebabkan perkembangan pemukiman hanya terpusat di dataran-dataran rendah saja. Pertambahan populasi penduduk yang semakin meningkat pun turut menyebabkan kebutuhan lahan semakin melambung setiap hari. Lahan kemudian menjadi barang yang langka di daerah-derah pemukiman di Jepang. Tokyo, Osaka, dan Nagoya mungkin dapat menjadi contoh betapa padatnya kawasan pemukiman tumbuh di kota besar tersebur. Sekitar 60% dari total jumlah populasi penduduk di Jepang sebesar 127,614 juta orang hidup berjejal-jejalan di kota-kota tersebut, bahkan kini diperkirakan hanya 10% dari total penduduk Jepang yang hidup di kota pedesaan atau sub-urban. Kepadatan lingkungan tempat tinggal ini kemudian menciptakan interaksi sosial budaya yang unik berupa kebiasaan orang Jepang untuk menggunakan barang-barang yang kecil dan minimalis.
            Kebiasaan tersebut terasa semakin jelas ketika melihat bentuk rumah-rumah penduduk Jepang yang sebagian besar berukuran kecil dan bergaya minimalis. Rata-rata ukuran rumah tersebut dapat dibilang hanya seukuran rumah petak di Indonesia dengan dua lantai. Lantai pertama biasanya digunakan sebagai garasi kemudian lantai kedua digunakan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas seperti tidur, memasak, dan makan. Apabila digambarkan maka rumah-rumah terebut sangat mirip dengan rumah milik Nobita dan teman-temannya di film Doraemon ataupun rumah Nohara Shinosuke pada film Crayon Shin-Chan. 
 Gambar Penataan Kota di Tokyo (sumber: Google Earth)
             Kesan mini pun tidak hanya bisa didapatkan melalui penampilan rumah-rumah penduduk Jepang, bahkan di tempat-tempat perjudian pun dapat ditemukan kesan mini pada penataan letak mesin-mesin casino. Di Jepang, peletakkan mesin casino diatur agak berbeda dengan negara asal pengekspornya yaitu Las Vegas, Amerika Serikat. Apabila di negara asalnya mesin casino diletakkan secara horisontal, maka di Jepang mesin tersebut diletakkan secara vertikal. Alasannya tidak lain untuk memaksimalkan jumlah mesin yang dapat diletakkan dalam ruangan judi untuk menampung lebih banyak pengunjung. Pemaksimalan jumlah mesin casino ini juga disebabkan oleh tingginya daya tarik masyrakat Jepang untuk berjudi guna menghabiskan waktu luang yang ada. Daya tarik masyarakat terhadap kegiatan berjudi di casino tersebut tidak lepas dari tidak tersedianya lahan publik yang memungkinkan bagi masyarakat Jepang untuk menghabiskan waktu luang dengan beraktivitas outdoor. Lagi-lagi hal tersebut tidak lepas dari terlalu padatnya kondisi pemukiman sehingga tidak lagi tersedia lahan bagi ruang publik.
Kepadatan rupanya tidak hanya berimbas negatif kepada masyarakat Jepang, namun juga dapat memberikan dorongan positif bagi perkembangan industri di Jepang. Kebangkitan industri Jepang diawali oleh suatu perusahaan teknologi radio di Jepang, yaitu Sony. Perusahaan ini saat itu mampu menciptakan sebuah radio mini yang dapat dibawa kemana pun. Produk tersebut pun langsung laris di pasaran hingga menembus pasar dunia dan hingga saat ini Sony masih eksis sebagai perusahaan terdepan yang menciptakan produk inovasi teknologi mini. Produk-produk seperti radio mini (walkman) yang diciptakan oleh Sony tersebut merupakan sebuah implementasi dari keinginan setiap penduduk Jepang untuk menciptakan ruang pribadi di tengah kepadatan kota-kota besar Jepang. Bagaimana tidak, dengan mendengarkan musik menggunakan head phone maka pengguna dapat seperti mendapatkan privasi walaupun sedang berada di keramaian. Hingga saat ini pun masyarakat Jepang masih terbiasa mendengarkan musik melalui ponsel maupun music player mereka ketika berada di kereta maupun ruang publik lainnya untuk seekedar mendapatkan ‘ruang pribadi’ di tengah kepadatan manusia.
Jepang merupakan negeri yang memiliki etos tinggi untuk selalu bekerja keras dan disiplin. Tidak salah jika banyak negara kagum akan kegemilangan Jepang yang mampu segera bangkit atas kehancuran akibat dari kekalahan pada perang dunia kedua. Etos bekerja keras dan disiplin tersebut telah membuka jalan bagi Jepang dalam membangun kembali kerajaan perekonomian yang hingga kini telah merajai sebagian pasar perdagangan dunia. Keberhasilan Jepang di bidang perekonomian industri tidak dapat dipisahkan dari kegagalan pemerintah dalam mengelola alam yang keras dan telah hancur sebagian karena kekalahan perang. Bagaimana tidak, sebagian besar wilayah gunungapi di Jepang merupakan wilayah yang tandus akibat intensitas erupsi yang cukup tinggi. Keangkuhan alam ini kemudian memberikan dorongan bagi pengusaha-pengusaha Jepang untuk memulai bisnis industri dengan memanfaatkan bahan industri mentah yang didatangkan dari wilayah di luar Jepang. Sekali lagi perubahan dunia hadir dalam perekonomian Jepang yang tidak mundah menyerah kepada keangkuhan alam yang ada.
Masalah utama yang dihadapi Jepang sebenarnya tidak hanya berhenti pada keberhasilan pembangunan ekonomi industri saja. Upaya mempertahankan dan mengembangkan industri itulah yang justru menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Jepang. Mulai berkembangnya kawasan industri menjadi kawasan pemukiman yang besar sesungguhnya memberikan efek pada ketidaktersedianya lahan lagi bagi aktivitas industri. Medan yang terjal di hampir seluruh wilayah pegunungan dan tidak amannya wilayah di sekitar gunungapi berimbas terhadap kesulitan memilih lokasi yang efektif untuk membangun industri. Untungnya, dewasa ini para ahli konstruksi di Jepang telah menemukan solusi alternatif untuk pemilihan lokasi industri. Pengubahan rawa dan wilayah tepian laut di pesisir menjadi dataran baru menjadi solusi yang populer bagi pengusaha Jepang dalam mendapatkan lokasi baru bagi pembangunan industri. Ekstensi ini tentunya bukanlah solusi yang murah karena memerlukan biaya yang sangat mahal untuk mengangkut berjuta-juta kubik tanah di pegunungan kemudian menimbunnya di pantai. Mahalnya biaya penimbunan pantai belum seberapa mahal apabila dibandingkan dengan resiko bencana lain yang dapat melanda sewaktu-waktu. Resiko tersebut ialah retaknya lapisan tanah di wilayah hasil penimbunan pantai sehingga air laut menyusup dan mengubah tanah menjadi lumpur hisap yang dapat merobohkan gedung di atasnya. Resiko ini bisa saja terjadi apabila gempa besar tiba-tiba mengguncang Jepang, mengingat Jepang merupakan negara dengan intensitas gempa cukup tinggi. Walaupun demikian, paling tidak solusi pembangunan industri di daerah pantai dapat menghemat biaya transportasi karena dekatnya letak pelabuhan serta jaringan transportasi yang cukup baik di wilayah dataran rendah.
Jepang bukan hanya menjadi negara sekuler yang berkilau dengan keemasan perekonomian dan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Jepang merupakan negeri dengan tradisi yang melekat kuat hingga saat ini. Masyarakat Jepang terus hidup dalam keseimbangan spiritual dan sekulerisme seperti ilmu pengetahuan. Keseimbangan yang paling jelas terlihat adalah adanya kepercayaan bahwa gunungapi adalah tempat dewa tinggal dan merupakan tempat suci yang perlu dihormati. Hingga kini pun masyarakat Jepang selalu melakukan karnaval-karnaval dan upacara adat setiap tahun sebagai bentuk penghormatan kepada gunungapi. Di sisi lain, masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang cerdas yang selalu terbuka dengan pengetahuan baru. Mereka juga paham mengenai pengetahuan-pengetahuan gunungapi. Masyarakat Jepang bukan hanya mengandalkan sisi spiritual dan tradisi saja dalam memahami tanda-tanda yang muncul dari gunungapi, tetapi mereka juga mengaplikasikan ilmu pengetahuan serta teknologi mereka untuk lebih mengenal gunungapi. Keseimbangan antara dua sisi inilah yang seolah-olah merupakan tujuan dari apa yang mereka cari. Keseimbangan ini pulalah yang menyelamatkan mereka dari bahaya letusan gunungapi di sekitar mereka. Masyarakat Dieng dan Tengger di Indonesia nampaknya juga harus belajar menerapkan keseimbangan spiritual dan ilmiah seperti di Jepang agar memiliki pandangan lebih obyektif dalam hal berinteraksi dengan gunungapi. Apalagi pada tahun 2010 silam telah timbul banyak korban jiwa di Merapi akibat ketidakadaan sinergitas pikiran antara intuisi spiritual dengan keterbukaan hal-hal ilmiah.
Kehadiran gunungapi di Jepang nyatanya memang memberikan banyak pukulan keras bagi masyarakat yang hidup di dalamnya. Keterbatasan sumberdaya alam yang timbul karena gunungapi telah menjadi sahabat hidup masyarakat Jepang untuk terus bekerja keras dan disiplin. Keterbatasan sumberdaya lahan malah menciptakan budaya yang berciri khas dengan gaya minimalis yang mereka banggakan hingga saat ini. Budaya tersebut kemudian menjadi daya kreasi bagi interaksi sosial yang berlangsung di dalam masyrakat Jepang dan berakar menjadi suatu kearifan lokal masyarakat Jepang. Hambatan yang lebih kompleks lagi dari adanya gunungapi bagi perkembangan industri Jepang telah menghadirkan budaya berinovasi yang tinggi bagi para pengusaha. Keseimbangan pemikiran masyarakat Jepang yag menggabungkan intuisi spiritual dan pengetahuan ilmiah mereka melahirkan keharmonisan kehidupan antara masyarakat dan gunungapi tanpa menghilangkan unsur-unsur tradisi yang luhur di dalam masyarakat Jepang.

Cerita Pendek Indonesia 3


MISI PENYELAMATAN SARANG KADAL
DAN MATA SAPI AJAIB



“Pemirsa, saat ini penyelidik KPK tengah melakukan pemeriksaan kembali kepada lima saksi baru terkait dengan kasus penggelapan impor daging sapi yang dilakukan oleh tersangka Akhmal Fasanah. Pemeriksaan dilakukan guna mencari tahu informasi lebih dalam  mengenai apakah ada pihak-pihak lain lagi yang juga ikut terlibat di dalam kasus ini. Sementara itu pada sore hari kemarin, pengusaha ternama berinisial B.B.M telah diperbolehkan pulang oleh pihak penyelidik KPK setelah selama 10 jam dilakukan pemeriksaan di gedung KPK. Demikian, saya Anis Megantari melaporkan dari gedung KPK.” Suara tayangan televisi nampak menyibakkan perhatian seluruh pengunjung warung makan tegal di pinggiran jalan raya Pantura.
            “Euleuh...euleuh...meni gelo pisan Kang ya, daging sapi aja bisa jadi obyekan para pejabat. Makanan mah harusnya jadi berkah buat dimakan, Enteuk buat jadi musibah.” Salah seorang pengunjung mengomentari tayangan berita yang baru saja membuat seisi warung mendadak heboh.
            “Lha, nek buat inyong mah mau daging sapi dikorupsi apa nggak ya padha bae. Inyong ora tau makan daging sapi, lah inyong biasane makan tahu tempe sing murah hargane,” sahut seorang pria dengan handuk kecil kumal dibahu sambil menyeruput kopi pesanannya yang sudah mulai dingin karena ditinggal mengobrol sedari tadi.
            “Iya...ya Kang. Mau dikorupsi apa enteuk, teteup saja daging sapi mahal. Mending mah makan sambel sama tahu saja. Hahahaha..,” jawab seorang pengunjung  tadi yang duduk di sebelah sopir truk antar pulau asal Banyumas.
            Keadaan warung pun kemudian mulai kembali dingin dengan aktivitas makan para pengunjung di dalamnya, kehebohan yang mendadak hadir perlahan telah menguap bersama uap panas dari gelas-gelas kopi yang dipesan oleh pengunjung. Sementara itu tanpa pemilik warung sadari, seekor kadal sedari tadi ikut menyaksikan berita dari sebuah televisi butut yang tergantung di atas sebuah rak besi dekat dengan etalase warung. Kadal itu nampak diam saja saat melihat tayangan berita penggelapan impor daging sapi, ia bukan tak mengerti isi berita itu, namun ia memilih menyimpan berita yang ia lihat dan membawanya pulang sebagai ‘hadiah’ kehebohan bagi Tuan Empal, pemilik restoran di mana ia bekerja. Kadal hijau itu pun langsung melesat menembus celah kecil di antara pintu dapur warung yang sudah lapuk, bergegas menyampaikan berita penting kepada Tuannya.
            “Gawaat, gawat Tuan Empal! Saya baru saja melihat berita bahwa, ahh.. bahwa..,” kata kadal hijau hendak menyampaikan berita dengan napas tersengal.
            “Baba, tenanglah dan katakan pelan-pelan!” jawab seekor kadal besar sambil bangkit dari sebuah kursi goyang dan meninggalkan sebuah buku ramuan yang baru ia baca.
            “Tuan Empal, gawat! Upacara wisuda koloni bisa gagal, ini gawat sekali Tuan!” seru Baba kepada Tuan Empal yang telah berdiri di depannya.
            Tuan Empal melepas kacamata yang ia pakai, menatap heran ke arah Baba sambil menyerngitkan dahinya mencerna ketidakpahaman yang ia alami saat ini.  “Apa maksudmu Baba? Aku tidak paham,” tanya Tuan Empal kepada koki kecilnya yang tiba-tiba mengejutkan dirinya dengan sebuah berita gawat.
            Baba kemudian menceritakan berita yang ia lihat dari televisi di warung langganannya tempat ia mengambil semua kebutuhan bahan masakan untuk restoran. Ia menceritakan berita itu dengan panjang lebar hingga Tuan Empal akhirnya pun  mengerti akar permasalahan yang Baba khawatirkan mengenai wisuda koloni kadal dua hari lagi. Tuan Empal sebagai generasi ke-3 penanggungjawab pembuatan ramuan pasukan koloni kadal sadar bahwa dirinya harus segera menemukan ide untuk mencegah kekacauan yang akan terjadi. Tuan Empal kemudian segera memanggil empat karyawan restoran kepercayaannya untuk membicarakan kondisi buruk yang akan mereka terima apabila hal yang tidak mereka inginkan itu terjadi.
            “Eheemm... kalian tahu untuk apa kalian dikumpulkan di sini?” tanya Tuan Empal kepada empat orang koki kepercayaannya.
            “Ciaciacia..., memang untuk apa  Tuan?” sahut Mimi si koki pembuat mie terlezat di sarang kadal.
            “Begini, kalian tentunya sudah tahu bahwa kita sebagai koki kepercayaan Komandan Kadal harus bisa mempersiapkan upacara wisuda koloni dengan sebaik-baiknya. Keberhasilan ini akan menentukan pertahanan dan keamanan sarang kita dari gangguan tikus-tikus jahat yang mengincar setiap telur kadal yang kita punya.” Tuan Empal tampak tengah meyaknkan kembali tugas besar yang sedang mereka jalankan.
            Salah seorang koki kemudian berbicara dengan lantang dengan semangatnya sambil memukul meja di depannya. “Bah, kalau untuk itu tak usah dijelaskan lagi kami sudah mengerti Tuan,” kata Loy salah seorang kadal koki yang ahli mengolah segala aneka masakan berbahan durian.
            “Hei Loy, dengarkan dulu saat Tuanku ini sedang cakap. Jangan kau potong-potong cakap orang lain!” Salah seorang koki melayu nampak kurang senang dengan gaya berbicara Loy yang ‘asal seruduk’.
            “Sutan dan Loy sudahlah, dengarkan dulu apa yang ingin aku sampaikan kepada kalian,” Tuan Empal berusaha meluruskan kembali tujuan dirinya mengumpulkan semua koki.
            “Tadi siang, Baba menyampaikan kabar buruk bagi kita, para koki pembuat ramuan pasukan koloni kadal. Kabar itu sungguh sangat buruk, sampai-sampai bunga mawar yang mendengarkan berita itu pun terkejut dan mendadak menguncup tidak mau mengembang lagi,” jelas Tuan Empal lalu sambil memegangi tongkatnya dan melayangkan pikirannya kepada sebuah cerita beberapa puluh tahun yang lalu.
            “Tuanku, mengapa dirimu membolehkan mawar mendengarkan percakapanmu dengan Baba? ” tanya Sutan Heran.
            Baba kemudian tanpa sadar menjawab pertanyaan Sutan dengan berkata, “Karena mawar memiliki duri yang tajam, namun lidahnya tak akan lebih tajam.”
Tuan Empal pun tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus-elus jenggot putihnya yang panjang menjuntai menyapu setengah badannya yang hijau dan bersisik. “Ya, Baba benar. Setajam-tajamnya duri mawar, lebih tajam lidah ular yang berbisa. Sebenarnya ada hal yang lebih penting yang harus aku beritahukan kepada kalian,” kata Tuan Empal.
            Tuan Empal kemudian menjelaskan kembali kepada empat koki kepercayaannya. “Dunia manusia sekarang sedang dihebohkan oleh peristiwa penggelapan impor daging sapi. Tentunya kalian paham tentang hal apa yang akan kita alami jika kita tidak bisa mendapatkan daging sapi untuk ditukarkan dengan bahan ramuan yang akan kita buat. Penjual warung makan bisa jadi tidak akan sanggup membeli daging sapi yang harganya semakin mahal karena pembatasan impor daging sapi karena efek kasus suap yang dilakukan manusia rakus itu.”
            “ Bah, kalau begitu mengapa kita tidak mengambil daging dari restoran mewah ujung jalan saja Tuanku? Saya dengar koki di sana selalu memasak masakan daging eropa.” Tanya Loy sambil mengacungkan cakar tangannya.
            “ Hmm...” Tuan Empal tertawa.
            “ Kau lupa siapa diri kita ini anakku? Kita hanya kadal, bagaimana kita bisa masuk ke restoran mewah? Di sana tembok dan pintu dapur sangat kokoh, serta ada manusia yang bertugas menjaga kebersihan sepanjang hari. Walaupun kita bisa masuk, kita tidak mungkin bisa lolos dari penjaga itu, kemudian kita akan berakhir di tempat sampah. Tempat yang lebih hina dari tempat manusia koruptor,” jelas Tuan Empal.
            Tuan Empal dan keempat kokinya kemudian melanjutkan kembali perbincangan mereka untuk tetap mendapatkan daging sapi seperti yang mereka harapkan untuk ditukarkan dengan  bahan ramuan. Koki-koki di sarang kadal selalu tahu bahwa si Kucing murah hati akan memberikan mata-mata sapi sebagai ganti dari daging yang mereka berikan. Mata-mata sapi itulah yang memberikan sihir kepada pasukan kadal untuk dapat berubah menjadi lebih besar dan kuat.  Mata-mata sapi itu dipercayai oleh koloni sebagai mata dewa yang memberikan mata yang tajam bagi pasukan kadal agar dapat selalu mengawasi telur-telur kadal sepanjang hari.
             Beberapa lama kemudian berdiskusi dengan keempat koki kepercayaannya, Tuan Empal akhirnya memutuskan untuk menemui si Kucing murah hati untuk menanyakan apakah mereka dapat menukarkan makanan lain untuk mendapatkan mata-mata sapi. Kucing murah hati pun mengatakan bahwa dirinya sudah lama menginginkan sepotong daging cicak untuk sajian makan malamnya hari ini, maka Tuan Empal pun menyanggupi permintaan Kucing murah hati itu.
            Sesaat sekembalinya Tuan Empal dari rumah Kucing murah hati, maka ia langsung memerintahkan keempat koki kepercayaannya itu untuk menyiapkan hidangan makan malam yang diinginkan oleh Kucing murah hati, yaitu tumis daging cicak. Tuan Empal meminta keempat kokinya itu untuk pergi ke empat penjuru arah mata angin. Sutan pergi ke arah utara, Loy pergi ke selatan, Mimi pergi ke barat, dan Baba pergi ke timur.
            Keempat koki kadal itu menyusuri rumah-rumah manusia untuk mencari seekor cicak yang bersedia mereka masak sebagai santapan si Kucing murah hati. Sayangnya sungguh malang nasib koki-koki itu, bukannya mendapatkan seekor cicak untuk dibawa ke sarang tetapi mereka malah mendapatkan kesialan yang sangat buruk. Mimi bahkan tak bisa pulang ke sarang kadal karena ia harus bersembunyi di pohon dari kejaran anjing yang tinggal di tempat ia mencari seekor cicak. Loy juga bernasib sial seperti Mimi, ia tak bisa pulang ke sarang kadal karena ia kini menjadi tawanan tokek-tokek gendut. Awalnya Loy mengira ia berhasil menangkap seekor cicak, namun ternyata ia salah menculik anak tokek yang ia kira seekor cicak, maka dibawalah ia ke sarang tokek. Sementara itu, Sutan juga tidak bisa pulang ke sarang kadal karena ia kehilangan kemampuan lidahnya sebagai penuntun jalan pulang kembal ke sarang kadal. Beberapa saat lalu ia bertemu dengan seekor bunglon betina yang sungguh mempesona sehingga membuat mata Sutan terbelalak. Sutan pun lalu mendekati bunglon betina dengan memiliki warna tubuh yang melelehkan setiap bangsa kadal yang memandangnya. Bunglon itu pun nampak menyukai Sutan, maka pergilah mereka untuk berjalan-jalan mengelilingi taman bunga di dekat sarang bunglon. Sutan pun diberi sebuah sari pati bunga, maka tak berapa lama kemudian ia tertidur lelap di antara rerumputan di tengah taman. Ketika Sutan bangun, ia baru sadar bahwa bunglon betina yang ia temui sudah mencuri sebagian sihir di lidahnya. Ia pun hanya mampu bersedih menangisi nasib dirinya yang tersesat, nasib sarangnya, dan nasib hatinya yang ditinggal oleh gadis pujaan hatinya.
            Tinggalah Baba seorang diri yang masih bisa menyelamatkan diri dari cengkeraman kucing penunggu rumah yang ia datangi untuk mencari seekor cicak. Ia baru menyadari bahwa sunggulah kucing memiliki sifat yang kejam dan hati yang licik. Baba baru menyadarinya ketika dirinya hampir mati di cengkeraman cakar kucing.
“Sungguh sangat menyenangkan mendapatkan mangsa sepertimu, kadal bodoh!” seru si Kucing sambil mencengkeram sebagian tubuh Baba.
            “Jangan kau makan aku Kucing yang baik hati, aku adalah teman dari Kucing murah hati di barat sana,” bujuk Baba kepada si Kucing.
            “Apa kau bilang? Harus kau tahu kadal bodoh, di dunia ini tak ada kucing yang ingin berteman dengan kadal. Kasihan sekali, kau sudah dibodohi olehnya! Hahahaha...!” jawab sang Kucing dengan gigi taringnya yang menjulur ke luar.
            “Sekarang kau adalah santapanku...Haaam!” kata si Kucing sesaat sebelum kucing lain datang untuk berebut mangsa.
            Saat kedua kucing itu sibuk berkelahi, Baba kemudian berlari dengan sangat cepat. Badannya yang kecil mampu melesatkan tubuhnya dari jari-jari kucing jahat yang ia temui. Ia berlari sampai akhirnya ia berhenti di tepian sungai untuk membasuh luka di punggungnya. Saat ia membasuh dirinya di sungai, ia mendengar geleparan ekor dari balik rerimbunan seresah daun. Baba kemudian bangkit dari sungai, perlahan-lahan ia mencoba mendekati asal suara itu. Betapa terkejutnya ia saat menemukan seekor cicak muda mengikutinya sedari tadi.
            “ Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Baba kepada cicak.
            “ Tenanglah, aku hanya ingin membantumu Baba,” sahut cicak itu sambil gemetar.
            “ Haa.., dari mana kau tahu namaku? Apa kau suruhan kucing jelek itu?” tanya Baba curiga.
            Cicak muda itu pun kemudian mengajak Baba duduk bersamanya. Ia pun kemudian menceritakan alasan dirinya mengikuti Baba sejak dari restoran Tuan Empal. Cicak itu menceritakan rencana busuk si Kucing murah hati sebenarnya kepada sarang kadal.
“Baba, Kucing yang kau anggap murah hati itu sebenarnya hendak memangsa telur-telur di sarangmu, namun ia berpikir lebih menyenangkan menerima daging-daging lezat yang berikan Tuan Empal dibandingkan bersusah payah mencuri telur kadal. Saat ini ia berencana kembali mencuri telur-telur itu bersama tikus-tikus yang ia kelabuhi. Kembalilah ke sarangmu, sebab sebentar lagi ia akan sampai di sarangmu bersama tikus-tikus. Ia sengaja mengirim kau dan teman kokimu untuk mencari daging cicak agar kau dan temanmu tidak bisa menyelesaikan ramuan pasukan kadal!” kata cicak kepada Baba dengan sangat serius.
“ Aku sudah tahu dia jahat. Tapi, mengapa kau mau membantu kadal sepertiku cicak? Bukankah aku dan kawan-kawanku telah kejam ingin memasak kau dan teman-temanmu?”
“ Kau lupa kawan? Kita ini masih satu bangsa reptil, begitu juga dengan ular. Lagi pula ini rasa terima kasihku atas nyamuk yang kau berikan padaku tiga tahun silam. Cepat pergilah, dan bawalah telur ayam dari sarang ayam di seberang, pecahkanlah telur itu di atas penggorenganmu yang panas, ia akan berubah menjadi mata-mata sapi. Bersegeralah, dan selamatkan sarangmu!” kata cicak muda dengan geleparan ekornya menyemangati Baba.
Baba pun berlari kembali, melesatkan tubuhnya menembus seresah daun. Ia segera berlari ke arah sarang ayam dan berhasil membawa sebutir telur yang ia gelindingkan dengan kepala hijaunya yang kecil. Saat ia kembali ke sarang kadal, nampak dari jauh kucing dan tikus hendak menuju ke sarangnya. Ia pun cepat-cepat memecahkan telur itu di atas penggorengan hingga membentuk mata-mata sapi. Mata-mata sapi itu pun cepat-cepat ia campurkan dengan bahan ramuan lain. Baba kemudian berlari keluar dari restorannya membagikan ramuan itu kepada pasukan kadal muda yang akan diwisuda besok. Baba tak sempat lagi memikirkan hukuman apa yang akan ia dapatkan dari Komandan karena ia membagikan ramuan sebelum waktu wisuda tiba. Pikirnya, ia hanya ingin menyelamatkan sarangnya sebelum esok hari ia benar-benar sedih melihat telur-telur kadal dicuri oleh tikus dan kucing yang semakin mendekat. Dalam waktu sekejap pasukan kadal muda pun berubah menjadi lebih besar dan kuat berkat  ramuan ajaib yang diberikan oleh Baba. Kucing dan tikus yang telah tiba di sarang kadal belum sadar bahwa kadal-kadal yang mereka tantang adalah kadal-kadal hebat yang lebih kuat daripada sebelumnya. Setika itu juga terjadilah pergulatan yang besar di sarang kadal. Tuan Empal yang berdiri agak jauh dari sarang kadal nampak sedang tersenyum bersama cicak muda yang telah bertemu dengan Baba tadi. Mata mereka saling berpandangan, seolah mengisyaratkan sebuah jawaban siapa yang menang pada pertarungan kali ini.