Rabu, 22 Januari 2014

Cerita Pendek Indonesia 3


MISI PENYELAMATAN SARANG KADAL
DAN MATA SAPI AJAIB



“Pemirsa, saat ini penyelidik KPK tengah melakukan pemeriksaan kembali kepada lima saksi baru terkait dengan kasus penggelapan impor daging sapi yang dilakukan oleh tersangka Akhmal Fasanah. Pemeriksaan dilakukan guna mencari tahu informasi lebih dalam  mengenai apakah ada pihak-pihak lain lagi yang juga ikut terlibat di dalam kasus ini. Sementara itu pada sore hari kemarin, pengusaha ternama berinisial B.B.M telah diperbolehkan pulang oleh pihak penyelidik KPK setelah selama 10 jam dilakukan pemeriksaan di gedung KPK. Demikian, saya Anis Megantari melaporkan dari gedung KPK.” Suara tayangan televisi nampak menyibakkan perhatian seluruh pengunjung warung makan tegal di pinggiran jalan raya Pantura.
            “Euleuh...euleuh...meni gelo pisan Kang ya, daging sapi aja bisa jadi obyekan para pejabat. Makanan mah harusnya jadi berkah buat dimakan, Enteuk buat jadi musibah.” Salah seorang pengunjung mengomentari tayangan berita yang baru saja membuat seisi warung mendadak heboh.
            “Lha, nek buat inyong mah mau daging sapi dikorupsi apa nggak ya padha bae. Inyong ora tau makan daging sapi, lah inyong biasane makan tahu tempe sing murah hargane,” sahut seorang pria dengan handuk kecil kumal dibahu sambil menyeruput kopi pesanannya yang sudah mulai dingin karena ditinggal mengobrol sedari tadi.
            “Iya...ya Kang. Mau dikorupsi apa enteuk, teteup saja daging sapi mahal. Mending mah makan sambel sama tahu saja. Hahahaha..,” jawab seorang pengunjung  tadi yang duduk di sebelah sopir truk antar pulau asal Banyumas.
            Keadaan warung pun kemudian mulai kembali dingin dengan aktivitas makan para pengunjung di dalamnya, kehebohan yang mendadak hadir perlahan telah menguap bersama uap panas dari gelas-gelas kopi yang dipesan oleh pengunjung. Sementara itu tanpa pemilik warung sadari, seekor kadal sedari tadi ikut menyaksikan berita dari sebuah televisi butut yang tergantung di atas sebuah rak besi dekat dengan etalase warung. Kadal itu nampak diam saja saat melihat tayangan berita penggelapan impor daging sapi, ia bukan tak mengerti isi berita itu, namun ia memilih menyimpan berita yang ia lihat dan membawanya pulang sebagai ‘hadiah’ kehebohan bagi Tuan Empal, pemilik restoran di mana ia bekerja. Kadal hijau itu pun langsung melesat menembus celah kecil di antara pintu dapur warung yang sudah lapuk, bergegas menyampaikan berita penting kepada Tuannya.
            “Gawaat, gawat Tuan Empal! Saya baru saja melihat berita bahwa, ahh.. bahwa..,” kata kadal hijau hendak menyampaikan berita dengan napas tersengal.
            “Baba, tenanglah dan katakan pelan-pelan!” jawab seekor kadal besar sambil bangkit dari sebuah kursi goyang dan meninggalkan sebuah buku ramuan yang baru ia baca.
            “Tuan Empal, gawat! Upacara wisuda koloni bisa gagal, ini gawat sekali Tuan!” seru Baba kepada Tuan Empal yang telah berdiri di depannya.
            Tuan Empal melepas kacamata yang ia pakai, menatap heran ke arah Baba sambil menyerngitkan dahinya mencerna ketidakpahaman yang ia alami saat ini.  “Apa maksudmu Baba? Aku tidak paham,” tanya Tuan Empal kepada koki kecilnya yang tiba-tiba mengejutkan dirinya dengan sebuah berita gawat.
            Baba kemudian menceritakan berita yang ia lihat dari televisi di warung langganannya tempat ia mengambil semua kebutuhan bahan masakan untuk restoran. Ia menceritakan berita itu dengan panjang lebar hingga Tuan Empal akhirnya pun  mengerti akar permasalahan yang Baba khawatirkan mengenai wisuda koloni kadal dua hari lagi. Tuan Empal sebagai generasi ke-3 penanggungjawab pembuatan ramuan pasukan koloni kadal sadar bahwa dirinya harus segera menemukan ide untuk mencegah kekacauan yang akan terjadi. Tuan Empal kemudian segera memanggil empat karyawan restoran kepercayaannya untuk membicarakan kondisi buruk yang akan mereka terima apabila hal yang tidak mereka inginkan itu terjadi.
            “Eheemm... kalian tahu untuk apa kalian dikumpulkan di sini?” tanya Tuan Empal kepada empat orang koki kepercayaannya.
            “Ciaciacia..., memang untuk apa  Tuan?” sahut Mimi si koki pembuat mie terlezat di sarang kadal.
            “Begini, kalian tentunya sudah tahu bahwa kita sebagai koki kepercayaan Komandan Kadal harus bisa mempersiapkan upacara wisuda koloni dengan sebaik-baiknya. Keberhasilan ini akan menentukan pertahanan dan keamanan sarang kita dari gangguan tikus-tikus jahat yang mengincar setiap telur kadal yang kita punya.” Tuan Empal tampak tengah meyaknkan kembali tugas besar yang sedang mereka jalankan.
            Salah seorang koki kemudian berbicara dengan lantang dengan semangatnya sambil memukul meja di depannya. “Bah, kalau untuk itu tak usah dijelaskan lagi kami sudah mengerti Tuan,” kata Loy salah seorang kadal koki yang ahli mengolah segala aneka masakan berbahan durian.
            “Hei Loy, dengarkan dulu saat Tuanku ini sedang cakap. Jangan kau potong-potong cakap orang lain!” Salah seorang koki melayu nampak kurang senang dengan gaya berbicara Loy yang ‘asal seruduk’.
            “Sutan dan Loy sudahlah, dengarkan dulu apa yang ingin aku sampaikan kepada kalian,” Tuan Empal berusaha meluruskan kembali tujuan dirinya mengumpulkan semua koki.
            “Tadi siang, Baba menyampaikan kabar buruk bagi kita, para koki pembuat ramuan pasukan koloni kadal. Kabar itu sungguh sangat buruk, sampai-sampai bunga mawar yang mendengarkan berita itu pun terkejut dan mendadak menguncup tidak mau mengembang lagi,” jelas Tuan Empal lalu sambil memegangi tongkatnya dan melayangkan pikirannya kepada sebuah cerita beberapa puluh tahun yang lalu.
            “Tuanku, mengapa dirimu membolehkan mawar mendengarkan percakapanmu dengan Baba? ” tanya Sutan Heran.
            Baba kemudian tanpa sadar menjawab pertanyaan Sutan dengan berkata, “Karena mawar memiliki duri yang tajam, namun lidahnya tak akan lebih tajam.”
Tuan Empal pun tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus-elus jenggot putihnya yang panjang menjuntai menyapu setengah badannya yang hijau dan bersisik. “Ya, Baba benar. Setajam-tajamnya duri mawar, lebih tajam lidah ular yang berbisa. Sebenarnya ada hal yang lebih penting yang harus aku beritahukan kepada kalian,” kata Tuan Empal.
            Tuan Empal kemudian menjelaskan kembali kepada empat koki kepercayaannya. “Dunia manusia sekarang sedang dihebohkan oleh peristiwa penggelapan impor daging sapi. Tentunya kalian paham tentang hal apa yang akan kita alami jika kita tidak bisa mendapatkan daging sapi untuk ditukarkan dengan bahan ramuan yang akan kita buat. Penjual warung makan bisa jadi tidak akan sanggup membeli daging sapi yang harganya semakin mahal karena pembatasan impor daging sapi karena efek kasus suap yang dilakukan manusia rakus itu.”
            “ Bah, kalau begitu mengapa kita tidak mengambil daging dari restoran mewah ujung jalan saja Tuanku? Saya dengar koki di sana selalu memasak masakan daging eropa.” Tanya Loy sambil mengacungkan cakar tangannya.
            “ Hmm...” Tuan Empal tertawa.
            “ Kau lupa siapa diri kita ini anakku? Kita hanya kadal, bagaimana kita bisa masuk ke restoran mewah? Di sana tembok dan pintu dapur sangat kokoh, serta ada manusia yang bertugas menjaga kebersihan sepanjang hari. Walaupun kita bisa masuk, kita tidak mungkin bisa lolos dari penjaga itu, kemudian kita akan berakhir di tempat sampah. Tempat yang lebih hina dari tempat manusia koruptor,” jelas Tuan Empal.
            Tuan Empal dan keempat kokinya kemudian melanjutkan kembali perbincangan mereka untuk tetap mendapatkan daging sapi seperti yang mereka harapkan untuk ditukarkan dengan  bahan ramuan. Koki-koki di sarang kadal selalu tahu bahwa si Kucing murah hati akan memberikan mata-mata sapi sebagai ganti dari daging yang mereka berikan. Mata-mata sapi itulah yang memberikan sihir kepada pasukan kadal untuk dapat berubah menjadi lebih besar dan kuat.  Mata-mata sapi itu dipercayai oleh koloni sebagai mata dewa yang memberikan mata yang tajam bagi pasukan kadal agar dapat selalu mengawasi telur-telur kadal sepanjang hari.
             Beberapa lama kemudian berdiskusi dengan keempat koki kepercayaannya, Tuan Empal akhirnya memutuskan untuk menemui si Kucing murah hati untuk menanyakan apakah mereka dapat menukarkan makanan lain untuk mendapatkan mata-mata sapi. Kucing murah hati pun mengatakan bahwa dirinya sudah lama menginginkan sepotong daging cicak untuk sajian makan malamnya hari ini, maka Tuan Empal pun menyanggupi permintaan Kucing murah hati itu.
            Sesaat sekembalinya Tuan Empal dari rumah Kucing murah hati, maka ia langsung memerintahkan keempat koki kepercayaannya itu untuk menyiapkan hidangan makan malam yang diinginkan oleh Kucing murah hati, yaitu tumis daging cicak. Tuan Empal meminta keempat kokinya itu untuk pergi ke empat penjuru arah mata angin. Sutan pergi ke arah utara, Loy pergi ke selatan, Mimi pergi ke barat, dan Baba pergi ke timur.
            Keempat koki kadal itu menyusuri rumah-rumah manusia untuk mencari seekor cicak yang bersedia mereka masak sebagai santapan si Kucing murah hati. Sayangnya sungguh malang nasib koki-koki itu, bukannya mendapatkan seekor cicak untuk dibawa ke sarang tetapi mereka malah mendapatkan kesialan yang sangat buruk. Mimi bahkan tak bisa pulang ke sarang kadal karena ia harus bersembunyi di pohon dari kejaran anjing yang tinggal di tempat ia mencari seekor cicak. Loy juga bernasib sial seperti Mimi, ia tak bisa pulang ke sarang kadal karena ia kini menjadi tawanan tokek-tokek gendut. Awalnya Loy mengira ia berhasil menangkap seekor cicak, namun ternyata ia salah menculik anak tokek yang ia kira seekor cicak, maka dibawalah ia ke sarang tokek. Sementara itu, Sutan juga tidak bisa pulang ke sarang kadal karena ia kehilangan kemampuan lidahnya sebagai penuntun jalan pulang kembal ke sarang kadal. Beberapa saat lalu ia bertemu dengan seekor bunglon betina yang sungguh mempesona sehingga membuat mata Sutan terbelalak. Sutan pun lalu mendekati bunglon betina dengan memiliki warna tubuh yang melelehkan setiap bangsa kadal yang memandangnya. Bunglon itu pun nampak menyukai Sutan, maka pergilah mereka untuk berjalan-jalan mengelilingi taman bunga di dekat sarang bunglon. Sutan pun diberi sebuah sari pati bunga, maka tak berapa lama kemudian ia tertidur lelap di antara rerumputan di tengah taman. Ketika Sutan bangun, ia baru sadar bahwa bunglon betina yang ia temui sudah mencuri sebagian sihir di lidahnya. Ia pun hanya mampu bersedih menangisi nasib dirinya yang tersesat, nasib sarangnya, dan nasib hatinya yang ditinggal oleh gadis pujaan hatinya.
            Tinggalah Baba seorang diri yang masih bisa menyelamatkan diri dari cengkeraman kucing penunggu rumah yang ia datangi untuk mencari seekor cicak. Ia baru menyadari bahwa sunggulah kucing memiliki sifat yang kejam dan hati yang licik. Baba baru menyadarinya ketika dirinya hampir mati di cengkeraman cakar kucing.
“Sungguh sangat menyenangkan mendapatkan mangsa sepertimu, kadal bodoh!” seru si Kucing sambil mencengkeram sebagian tubuh Baba.
            “Jangan kau makan aku Kucing yang baik hati, aku adalah teman dari Kucing murah hati di barat sana,” bujuk Baba kepada si Kucing.
            “Apa kau bilang? Harus kau tahu kadal bodoh, di dunia ini tak ada kucing yang ingin berteman dengan kadal. Kasihan sekali, kau sudah dibodohi olehnya! Hahahaha...!” jawab sang Kucing dengan gigi taringnya yang menjulur ke luar.
            “Sekarang kau adalah santapanku...Haaam!” kata si Kucing sesaat sebelum kucing lain datang untuk berebut mangsa.
            Saat kedua kucing itu sibuk berkelahi, Baba kemudian berlari dengan sangat cepat. Badannya yang kecil mampu melesatkan tubuhnya dari jari-jari kucing jahat yang ia temui. Ia berlari sampai akhirnya ia berhenti di tepian sungai untuk membasuh luka di punggungnya. Saat ia membasuh dirinya di sungai, ia mendengar geleparan ekor dari balik rerimbunan seresah daun. Baba kemudian bangkit dari sungai, perlahan-lahan ia mencoba mendekati asal suara itu. Betapa terkejutnya ia saat menemukan seekor cicak muda mengikutinya sedari tadi.
            “ Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Baba kepada cicak.
            “ Tenanglah, aku hanya ingin membantumu Baba,” sahut cicak itu sambil gemetar.
            “ Haa.., dari mana kau tahu namaku? Apa kau suruhan kucing jelek itu?” tanya Baba curiga.
            Cicak muda itu pun kemudian mengajak Baba duduk bersamanya. Ia pun kemudian menceritakan alasan dirinya mengikuti Baba sejak dari restoran Tuan Empal. Cicak itu menceritakan rencana busuk si Kucing murah hati sebenarnya kepada sarang kadal.
“Baba, Kucing yang kau anggap murah hati itu sebenarnya hendak memangsa telur-telur di sarangmu, namun ia berpikir lebih menyenangkan menerima daging-daging lezat yang berikan Tuan Empal dibandingkan bersusah payah mencuri telur kadal. Saat ini ia berencana kembali mencuri telur-telur itu bersama tikus-tikus yang ia kelabuhi. Kembalilah ke sarangmu, sebab sebentar lagi ia akan sampai di sarangmu bersama tikus-tikus. Ia sengaja mengirim kau dan teman kokimu untuk mencari daging cicak agar kau dan temanmu tidak bisa menyelesaikan ramuan pasukan kadal!” kata cicak kepada Baba dengan sangat serius.
“ Aku sudah tahu dia jahat. Tapi, mengapa kau mau membantu kadal sepertiku cicak? Bukankah aku dan kawan-kawanku telah kejam ingin memasak kau dan teman-temanmu?”
“ Kau lupa kawan? Kita ini masih satu bangsa reptil, begitu juga dengan ular. Lagi pula ini rasa terima kasihku atas nyamuk yang kau berikan padaku tiga tahun silam. Cepat pergilah, dan bawalah telur ayam dari sarang ayam di seberang, pecahkanlah telur itu di atas penggorenganmu yang panas, ia akan berubah menjadi mata-mata sapi. Bersegeralah, dan selamatkan sarangmu!” kata cicak muda dengan geleparan ekornya menyemangati Baba.
Baba pun berlari kembali, melesatkan tubuhnya menembus seresah daun. Ia segera berlari ke arah sarang ayam dan berhasil membawa sebutir telur yang ia gelindingkan dengan kepala hijaunya yang kecil. Saat ia kembali ke sarang kadal, nampak dari jauh kucing dan tikus hendak menuju ke sarangnya. Ia pun cepat-cepat memecahkan telur itu di atas penggorengan hingga membentuk mata-mata sapi. Mata-mata sapi itu pun cepat-cepat ia campurkan dengan bahan ramuan lain. Baba kemudian berlari keluar dari restorannya membagikan ramuan itu kepada pasukan kadal muda yang akan diwisuda besok. Baba tak sempat lagi memikirkan hukuman apa yang akan ia dapatkan dari Komandan karena ia membagikan ramuan sebelum waktu wisuda tiba. Pikirnya, ia hanya ingin menyelamatkan sarangnya sebelum esok hari ia benar-benar sedih melihat telur-telur kadal dicuri oleh tikus dan kucing yang semakin mendekat. Dalam waktu sekejap pasukan kadal muda pun berubah menjadi lebih besar dan kuat berkat  ramuan ajaib yang diberikan oleh Baba. Kucing dan tikus yang telah tiba di sarang kadal belum sadar bahwa kadal-kadal yang mereka tantang adalah kadal-kadal hebat yang lebih kuat daripada sebelumnya. Setika itu juga terjadilah pergulatan yang besar di sarang kadal. Tuan Empal yang berdiri agak jauh dari sarang kadal nampak sedang tersenyum bersama cicak muda yang telah bertemu dengan Baba tadi. Mata mereka saling berpandangan, seolah mengisyaratkan sebuah jawaban siapa yang menang pada pertarungan kali ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar