“Pemirsa, saat ini penyelidik KPK tengah
melakukan pemeriksaan kembali kepada lima saksi baru terkait dengan kasus
penggelapan impor daging sapi yang dilakukan oleh tersangka Akhmal Fasanah.
Pemeriksaan dilakukan guna mencari tahu informasi lebih dalam mengenai apakah ada pihak-pihak lain lagi yang
juga ikut terlibat di dalam kasus ini. Sementara itu pada sore hari kemarin,
pengusaha ternama berinisial B.B.M telah diperbolehkan pulang oleh pihak
penyelidik KPK setelah selama 10 jam dilakukan pemeriksaan di gedung KPK.
Demikian, saya Anis Megantari melaporkan dari gedung KPK.” Suara tayangan
televisi nampak menyibakkan perhatian seluruh pengunjung warung makan tegal di
pinggiran jalan raya Pantura.
“Euleuh...euleuh...meni
gelo pisan Kang ya, daging sapi aja bisa jadi obyekan para pejabat. Makanan mah
harusnya jadi berkah buat dimakan, Enteuk buat jadi musibah.” Salah seorang
pengunjung mengomentari tayangan berita yang baru saja membuat seisi warung
mendadak heboh.
“Lha,
nek buat inyong mah mau daging sapi dikorupsi apa nggak ya padha bae. Inyong ora
tau makan daging sapi, lah inyong biasane makan tahu tempe sing murah hargane,”
sahut seorang pria dengan handuk kecil kumal dibahu sambil menyeruput kopi
pesanannya yang sudah mulai dingin karena ditinggal mengobrol sedari tadi.
“Iya...ya
Kang. Mau dikorupsi apa enteuk, teteup saja daging sapi mahal. Mending mah
makan sambel sama tahu saja. Hahahaha..,” jawab seorang pengunjung tadi yang duduk di sebelah sopir truk antar
pulau asal Banyumas.
Keadaan
warung pun kemudian mulai kembali dingin dengan aktivitas makan para pengunjung
di dalamnya, kehebohan yang mendadak hadir perlahan telah menguap bersama uap
panas dari gelas-gelas kopi yang dipesan oleh pengunjung. Sementara itu tanpa
pemilik warung sadari, seekor kadal sedari tadi ikut menyaksikan berita dari
sebuah televisi butut yang tergantung di atas sebuah rak besi dekat dengan
etalase warung. Kadal itu nampak diam saja saat melihat tayangan berita
penggelapan impor daging sapi, ia bukan tak mengerti isi berita itu, namun ia
memilih menyimpan berita yang ia lihat dan membawanya pulang sebagai ‘hadiah’
kehebohan bagi Tuan Empal, pemilik restoran di mana ia bekerja. Kadal hijau itu
pun langsung melesat menembus celah kecil di antara pintu dapur warung yang
sudah lapuk, bergegas menyampaikan berita penting kepada Tuannya.
“Gawaat,
gawat Tuan Empal! Saya baru saja melihat berita bahwa, ahh.. bahwa..,” kata
kadal hijau hendak menyampaikan berita dengan napas tersengal.
“Baba,
tenanglah dan katakan pelan-pelan!” jawab seekor kadal besar sambil bangkit
dari sebuah kursi goyang dan meninggalkan sebuah buku ramuan yang baru ia baca.
“Tuan
Empal, gawat! Upacara wisuda koloni bisa gagal, ini gawat sekali Tuan!” seru
Baba kepada Tuan Empal yang telah berdiri di depannya.
Tuan
Empal melepas kacamata yang ia pakai, menatap heran ke arah Baba sambil
menyerngitkan dahinya mencerna ketidakpahaman yang ia alami saat ini. “Apa maksudmu Baba? Aku tidak paham,” tanya
Tuan Empal kepada koki kecilnya yang tiba-tiba mengejutkan dirinya dengan
sebuah berita gawat.
Baba
kemudian menceritakan berita yang ia lihat dari televisi di warung langganannya
tempat ia mengambil semua kebutuhan bahan masakan untuk restoran. Ia
menceritakan berita itu dengan panjang lebar hingga Tuan Empal akhirnya pun mengerti akar permasalahan yang Baba
khawatirkan mengenai wisuda koloni kadal dua hari lagi. Tuan Empal sebagai
generasi ke-3 penanggungjawab pembuatan ramuan pasukan koloni kadal sadar bahwa
dirinya harus segera menemukan ide untuk mencegah kekacauan yang akan terjadi. Tuan
Empal kemudian segera memanggil empat karyawan restoran kepercayaannya untuk
membicarakan kondisi buruk yang akan mereka terima apabila hal yang tidak
mereka inginkan itu terjadi.
“Eheemm...
kalian tahu untuk apa kalian dikumpulkan di sini?” tanya Tuan Empal kepada
empat orang koki kepercayaannya.
“Ciaciacia...,
memang untuk apa Tuan?” sahut Mimi si
koki pembuat mie terlezat di sarang
kadal.
“Begini,
kalian tentunya sudah tahu bahwa kita sebagai koki kepercayaan Komandan Kadal
harus bisa mempersiapkan upacara wisuda koloni dengan sebaik-baiknya.
Keberhasilan ini akan menentukan pertahanan dan keamanan sarang kita dari
gangguan tikus-tikus jahat yang mengincar setiap telur kadal yang kita punya.”
Tuan Empal tampak tengah meyaknkan kembali tugas besar yang sedang mereka
jalankan.
Salah
seorang koki kemudian berbicara dengan lantang dengan semangatnya sambil
memukul meja di depannya. “Bah, kalau untuk itu tak usah dijelaskan lagi kami
sudah mengerti Tuan,” kata Loy salah seorang kadal koki yang ahli mengolah
segala aneka masakan berbahan durian.
“Hei
Loy, dengarkan dulu saat Tuanku ini sedang cakap. Jangan kau potong-potong
cakap orang lain!” Salah seorang koki melayu nampak kurang senang dengan gaya
berbicara Loy yang ‘asal seruduk’.
“Sutan
dan Loy sudahlah, dengarkan dulu apa yang ingin aku sampaikan kepada kalian,”
Tuan Empal berusaha meluruskan kembali tujuan dirinya mengumpulkan semua koki.
“Tadi
siang, Baba menyampaikan kabar buruk bagi kita, para koki pembuat ramuan
pasukan koloni kadal. Kabar itu sungguh sangat buruk, sampai-sampai bunga mawar
yang mendengarkan berita itu pun terkejut dan mendadak menguncup tidak mau mengembang
lagi,” jelas Tuan Empal lalu sambil memegangi tongkatnya dan melayangkan
pikirannya kepada sebuah cerita beberapa puluh tahun yang lalu.
“Tuanku,
mengapa dirimu membolehkan mawar mendengarkan percakapanmu dengan Baba? ” tanya
Sutan Heran.
Baba
kemudian tanpa sadar menjawab pertanyaan Sutan dengan berkata, “Karena mawar
memiliki duri yang tajam, namun lidahnya tak akan lebih tajam.”
Tuan Empal pun tersenyum dan
mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus-elus jenggot putihnya yang
panjang menjuntai menyapu setengah badannya yang hijau dan bersisik. “Ya, Baba
benar. Setajam-tajamnya duri mawar, lebih tajam lidah ular yang berbisa.
Sebenarnya ada hal yang lebih penting yang harus aku beritahukan kepada kalian,”
kata Tuan Empal.
Tuan
Empal kemudian menjelaskan kembali kepada empat koki kepercayaannya. “Dunia
manusia sekarang sedang dihebohkan oleh peristiwa penggelapan impor daging
sapi. Tentunya kalian paham tentang hal apa yang akan kita alami jika kita
tidak bisa mendapatkan daging sapi untuk ditukarkan dengan bahan ramuan yang
akan kita buat. Penjual warung makan bisa jadi tidak akan sanggup membeli
daging sapi yang harganya semakin mahal karena pembatasan impor daging sapi
karena efek kasus suap yang dilakukan manusia rakus itu.”
“
Bah, kalau begitu mengapa kita tidak mengambil daging dari restoran mewah ujung
jalan saja Tuanku? Saya dengar koki di sana selalu memasak masakan daging
eropa.” Tanya Loy sambil mengacungkan cakar tangannya.
“
Hmm...” Tuan Empal tertawa.
“
Kau lupa siapa diri kita ini anakku? Kita hanya kadal, bagaimana kita bisa
masuk ke restoran mewah? Di sana tembok dan pintu dapur sangat kokoh, serta ada
manusia yang bertugas menjaga kebersihan sepanjang hari. Walaupun kita bisa
masuk, kita tidak mungkin bisa lolos dari penjaga itu, kemudian kita akan
berakhir di tempat sampah. Tempat yang lebih hina dari tempat manusia koruptor,”
jelas Tuan Empal.
Tuan
Empal dan keempat kokinya kemudian melanjutkan kembali perbincangan mereka
untuk tetap mendapatkan daging sapi seperti yang mereka harapkan untuk
ditukarkan dengan bahan ramuan. Koki-koki
di sarang kadal selalu tahu bahwa si Kucing murah hati akan memberikan
mata-mata sapi sebagai ganti dari daging yang mereka berikan. Mata-mata sapi
itulah yang memberikan sihir kepada pasukan kadal untuk dapat berubah menjadi
lebih besar dan kuat. Mata-mata sapi itu
dipercayai oleh koloni sebagai mata dewa yang memberikan mata yang tajam bagi
pasukan kadal agar dapat selalu mengawasi telur-telur kadal sepanjang hari.
Beberapa lama kemudian berdiskusi dengan
keempat koki kepercayaannya, Tuan Empal akhirnya memutuskan untuk menemui si
Kucing murah hati untuk menanyakan apakah mereka dapat menukarkan makanan lain
untuk mendapatkan mata-mata sapi. Kucing murah hati pun mengatakan bahwa
dirinya sudah lama menginginkan sepotong daging cicak untuk sajian makan
malamnya hari ini, maka Tuan Empal pun menyanggupi permintaan Kucing murah hati
itu.
Sesaat
sekembalinya Tuan Empal dari rumah Kucing murah hati, maka ia langsung
memerintahkan keempat koki kepercayaannya itu untuk menyiapkan hidangan makan
malam yang diinginkan oleh Kucing murah hati, yaitu tumis daging cicak. Tuan
Empal meminta keempat kokinya itu untuk pergi ke empat penjuru arah mata angin.
Sutan pergi ke arah utara, Loy pergi ke selatan, Mimi pergi ke barat, dan Baba
pergi ke timur.
Keempat
koki kadal itu menyusuri rumah-rumah manusia untuk mencari seekor cicak yang
bersedia mereka masak sebagai santapan si Kucing murah hati. Sayangnya sungguh
malang nasib koki-koki itu, bukannya mendapatkan seekor cicak untuk dibawa ke
sarang tetapi mereka malah mendapatkan kesialan yang sangat buruk. Mimi bahkan
tak bisa pulang ke sarang kadal karena ia harus bersembunyi di pohon dari
kejaran anjing yang tinggal di tempat ia mencari seekor cicak. Loy juga
bernasib sial seperti Mimi, ia tak bisa pulang ke sarang kadal karena ia kini
menjadi tawanan tokek-tokek gendut. Awalnya Loy mengira ia berhasil menangkap
seekor cicak, namun ternyata ia salah menculik anak tokek yang ia kira seekor
cicak, maka dibawalah ia ke sarang tokek. Sementara itu, Sutan juga tidak bisa
pulang ke sarang kadal karena ia kehilangan kemampuan lidahnya sebagai penuntun
jalan pulang kembal ke sarang kadal. Beberapa saat lalu ia bertemu dengan
seekor bunglon betina yang sungguh mempesona sehingga membuat mata Sutan
terbelalak. Sutan pun lalu mendekati bunglon betina dengan memiliki warna tubuh
yang melelehkan setiap bangsa kadal yang memandangnya. Bunglon itu pun nampak
menyukai Sutan, maka pergilah mereka untuk berjalan-jalan mengelilingi taman
bunga di dekat sarang bunglon. Sutan pun diberi sebuah sari pati bunga, maka
tak berapa lama kemudian ia tertidur lelap di antara rerumputan di tengah
taman. Ketika Sutan bangun, ia baru sadar bahwa bunglon betina yang ia temui
sudah mencuri sebagian sihir di lidahnya. Ia pun hanya mampu bersedih menangisi
nasib dirinya yang tersesat, nasib sarangnya, dan nasib hatinya yang ditinggal
oleh gadis pujaan hatinya.
Tinggalah
Baba seorang diri yang masih bisa menyelamatkan diri dari cengkeraman kucing
penunggu rumah yang ia datangi untuk mencari seekor cicak. Ia baru menyadari
bahwa sunggulah kucing memiliki sifat yang kejam dan hati yang licik. Baba baru
menyadarinya ketika dirinya hampir mati di cengkeraman cakar kucing.
“Sungguh sangat menyenangkan mendapatkan
mangsa sepertimu, kadal bodoh!” seru si Kucing sambil mencengkeram sebagian
tubuh Baba.
“Jangan
kau makan aku Kucing yang baik hati, aku adalah teman dari Kucing murah hati di
barat sana,” bujuk Baba kepada si Kucing.
“Apa
kau bilang? Harus kau tahu kadal bodoh, di dunia ini tak ada kucing yang ingin
berteman dengan kadal. Kasihan sekali, kau sudah dibodohi olehnya!
Hahahaha...!” jawab sang Kucing dengan gigi taringnya yang menjulur ke luar.
“Sekarang
kau adalah santapanku...Haaam!” kata si Kucing sesaat sebelum kucing lain
datang untuk berebut mangsa.
Saat
kedua kucing itu sibuk berkelahi, Baba kemudian berlari dengan sangat cepat. Badannya
yang kecil mampu melesatkan tubuhnya dari jari-jari kucing jahat yang ia temui.
Ia berlari sampai akhirnya ia berhenti di tepian sungai untuk membasuh luka di
punggungnya. Saat ia membasuh dirinya di sungai, ia mendengar geleparan ekor
dari balik rerimbunan seresah daun. Baba kemudian bangkit dari sungai,
perlahan-lahan ia mencoba mendekati asal suara itu. Betapa terkejutnya ia saat
menemukan seekor cicak muda mengikutinya sedari tadi.
“ Apa
yang kau lakukan di sini?” tanya Baba kepada cicak.
“
Tenanglah, aku hanya ingin membantumu Baba,” sahut cicak itu sambil gemetar.
“
Haa.., dari mana kau tahu namaku? Apa kau suruhan kucing jelek itu?” tanya Baba
curiga.
Cicak
muda itu pun kemudian mengajak Baba duduk bersamanya. Ia pun kemudian
menceritakan alasan dirinya mengikuti Baba sejak dari restoran Tuan Empal.
Cicak itu menceritakan rencana busuk si Kucing murah hati sebenarnya kepada
sarang kadal.
“Baba, Kucing yang kau anggap murah hati
itu sebenarnya hendak memangsa telur-telur di sarangmu, namun ia berpikir lebih
menyenangkan menerima daging-daging lezat yang berikan Tuan Empal dibandingkan
bersusah payah mencuri telur kadal. Saat ini ia berencana kembali mencuri
telur-telur itu bersama tikus-tikus yang ia kelabuhi. Kembalilah ke sarangmu,
sebab sebentar lagi ia akan sampai di sarangmu bersama tikus-tikus. Ia sengaja
mengirim kau dan teman kokimu untuk mencari daging cicak agar kau dan temanmu
tidak bisa menyelesaikan ramuan pasukan kadal!” kata cicak kepada Baba dengan
sangat serius.
“ Aku sudah tahu dia jahat. Tapi,
mengapa kau mau membantu kadal sepertiku cicak? Bukankah aku dan kawan-kawanku
telah kejam ingin memasak kau dan teman-temanmu?”
“ Kau lupa kawan? Kita ini masih satu
bangsa reptil, begitu juga dengan ular. Lagi pula ini rasa terima kasihku atas
nyamuk yang kau berikan padaku tiga tahun silam. Cepat pergilah, dan bawalah telur
ayam dari sarang ayam di seberang, pecahkanlah telur itu di atas penggorenganmu
yang panas, ia akan berubah menjadi mata-mata sapi. Bersegeralah, dan
selamatkan sarangmu!” kata cicak muda dengan geleparan ekornya menyemangati
Baba.
Baba pun berlari kembali, melesatkan
tubuhnya menembus seresah daun. Ia segera berlari ke arah sarang ayam dan
berhasil membawa sebutir telur yang ia gelindingkan dengan kepala hijaunya yang
kecil. Saat ia kembali ke sarang kadal, nampak dari jauh kucing dan tikus
hendak menuju ke sarangnya. Ia pun cepat-cepat memecahkan telur itu di atas
penggorengan hingga membentuk mata-mata sapi. Mata-mata sapi itu pun
cepat-cepat ia campurkan dengan bahan ramuan lain. Baba kemudian berlari keluar
dari restorannya membagikan ramuan itu kepada pasukan kadal muda yang akan
diwisuda besok. Baba tak sempat lagi memikirkan hukuman apa yang akan ia
dapatkan dari Komandan karena ia membagikan ramuan sebelum waktu wisuda tiba. Pikirnya,
ia hanya ingin menyelamatkan sarangnya sebelum esok hari ia benar-benar sedih
melihat telur-telur kadal dicuri oleh tikus dan kucing yang semakin mendekat. Dalam
waktu sekejap pasukan kadal muda pun berubah menjadi lebih besar dan kuat berkat
ramuan ajaib yang diberikan oleh Baba.
Kucing dan tikus yang telah tiba di sarang kadal belum sadar bahwa kadal-kadal
yang mereka tantang adalah kadal-kadal hebat yang lebih kuat daripada
sebelumnya. Setika itu juga terjadilah pergulatan yang besar di sarang kadal.
Tuan Empal yang berdiri agak jauh dari sarang kadal nampak sedang tersenyum
bersama cicak muda yang telah bertemu dengan Baba tadi. Mata mereka saling
berpandangan, seolah mengisyaratkan sebuah jawaban siapa yang menang pada
pertarungan kali ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar