Rabu, 22 Januari 2014

SI GUGUSAN GUNUNGAPI LEGENDARIS PELUKIS BENTANG SOSIAL-BUDAYA DAN EKONOMI JEPANG




            Kondisi fisik suatu negara biasa dilihat melalaui bentang alamnya. Bentang alam secara harfiah berarti pemandangan. Secara istilah maka bentang alam memiliki makna sebagai suatu pemandangan alam yang menyajikan mengenai gambaran bentuk permukaan bumi beserta alam hayati yang ada bersamanya. Lalu apa pentingnya dengan kondisi bentang alam di suatu negara? Pertanyaan ini tentu tidak mudah untuk dijawab, namun secara garis besar bentang alam dapat dkatakan sebagai “induk” dari suatu wilayah yang dapat mempengaruhi setiap sektor kehidupan di dalamnya. Bentang alam akan mempengaruhi kondisi lingkungan tempat tinggal dari suatu makhluk hidup dan cara mereka berinteraksi dengan satu sama lain. Hasil interaksi manusia dalam mempertahankan hidupnya inilah yang kemudian disebut sebagai bentang sosial budaya, oleh karena itu tidak jarang bentang sosial budaya akan berkaitan erat dengan kondisi ekonomi suatu masyarakat.
            Jepang merupakan negara negara kepulauan dengan rentetan gugusan gunungapi yang tersebar di hampir seluruh pelosok negeri. Keberadaan gunungapi tersebut secara langsung mempengaruhi bentang sosial-budaya dan ekonomi yang berkembang di Jepang. Bentang alam dalam hal ini tidak hanya terbatas dipandang sebagai bentukan alamnya saja, melainkan juga meliputi sifat-sifat yang dimiliki dari setiap bentukan bentang alam, atau yang lebih familiar disebut sebagai sifat bentuklahan. Jadi, setiap bentuklahan yang terbentuk pada suatu bentang alam akan memiliki sifat yang berbeda-beda sesuai proses pembentukkannya di masa lampau serta proses-proses masa kini yang akan mempengaruhi proses pembentukkan selanjutnya dan hasil proses tersebut di masa mendatang. Wilayah gunungapi sendiri merupakan bentang alam berupa bentuklahan vulkanik. Bentuklahan ini terbentuk akibat suatu proses vulkanisme di dalam perut bumi, di mana pergerakan lempeng bumi menyebakan magma terdesak naik ke atas permukaan sehingga menyebabkan terbentuknya punggungan gunungapi. Bentuklahan vulkanik erat dengan resiko bencana alam letusan gunungapi.
            Bagaimana cara masyarakat Jepang menyikapi bencana yamg timbul karena keberadaan gunungapi secara tidak langsung telah menjadi salah satu bentuk penciptaan budaya dalam rangka mempertahankan keberlangsungan kehidupan mereka. Budaya ini  sekaligus akan mempengaruhi kondisi sosial masyarakat karena budaya itu sendiri tercipta akibat adanya interaksi sosial, serta budaya pulalah yang menjadi rule of the law bagi interaksi sosial yang berlangsung dalam masyarakat. Kehadiran banyak gunungapi aktif di Jepang nyatanya telah membuat masyarakat harus mencari tempat tinggal yang aman untuk menghindarkan resiko terkena bahaya bencana letusan gunungapi yang sewaktu-waktu dapat datang. Status gunungapi di Jepang rata-rata sangat berbahaya karena bersifat eksplosif, dimana ledakan dashyat dapat terjadi saat gunungapi tersebut mengalami erupsi. Keadaan ini mengakibatkan banyak lahan-lahan tidak dapat diperuntukkan sebagai pemukiman. Masyarakat Jepang kemudian memilih membangun pemukiman di wilayah dataran rendah yang jauh dari keberadaan gunungapi. Sayangnya, keterbatasan wilayah dataran akibat bentuk negara kepulauan dengan 70% wilayah berupa pegunungan menyebabkan perkembangan pemukiman hanya terpusat di dataran-dataran rendah saja. Pertambahan populasi penduduk yang semakin meningkat pun turut menyebabkan kebutuhan lahan semakin melambung setiap hari. Lahan kemudian menjadi barang yang langka di daerah-derah pemukiman di Jepang. Tokyo, Osaka, dan Nagoya mungkin dapat menjadi contoh betapa padatnya kawasan pemukiman tumbuh di kota besar tersebur. Sekitar 60% dari total jumlah populasi penduduk di Jepang sebesar 127,614 juta orang hidup berjejal-jejalan di kota-kota tersebut, bahkan kini diperkirakan hanya 10% dari total penduduk Jepang yang hidup di kota pedesaan atau sub-urban. Kepadatan lingkungan tempat tinggal ini kemudian menciptakan interaksi sosial budaya yang unik berupa kebiasaan orang Jepang untuk menggunakan barang-barang yang kecil dan minimalis.
            Kebiasaan tersebut terasa semakin jelas ketika melihat bentuk rumah-rumah penduduk Jepang yang sebagian besar berukuran kecil dan bergaya minimalis. Rata-rata ukuran rumah tersebut dapat dibilang hanya seukuran rumah petak di Indonesia dengan dua lantai. Lantai pertama biasanya digunakan sebagai garasi kemudian lantai kedua digunakan sebagai tempat tinggal dan beraktivitas seperti tidur, memasak, dan makan. Apabila digambarkan maka rumah-rumah terebut sangat mirip dengan rumah milik Nobita dan teman-temannya di film Doraemon ataupun rumah Nohara Shinosuke pada film Crayon Shin-Chan. 
 Gambar Penataan Kota di Tokyo (sumber: Google Earth)
             Kesan mini pun tidak hanya bisa didapatkan melalui penampilan rumah-rumah penduduk Jepang, bahkan di tempat-tempat perjudian pun dapat ditemukan kesan mini pada penataan letak mesin-mesin casino. Di Jepang, peletakkan mesin casino diatur agak berbeda dengan negara asal pengekspornya yaitu Las Vegas, Amerika Serikat. Apabila di negara asalnya mesin casino diletakkan secara horisontal, maka di Jepang mesin tersebut diletakkan secara vertikal. Alasannya tidak lain untuk memaksimalkan jumlah mesin yang dapat diletakkan dalam ruangan judi untuk menampung lebih banyak pengunjung. Pemaksimalan jumlah mesin casino ini juga disebabkan oleh tingginya daya tarik masyrakat Jepang untuk berjudi guna menghabiskan waktu luang yang ada. Daya tarik masyarakat terhadap kegiatan berjudi di casino tersebut tidak lepas dari tidak tersedianya lahan publik yang memungkinkan bagi masyarakat Jepang untuk menghabiskan waktu luang dengan beraktivitas outdoor. Lagi-lagi hal tersebut tidak lepas dari terlalu padatnya kondisi pemukiman sehingga tidak lagi tersedia lahan bagi ruang publik.
Kepadatan rupanya tidak hanya berimbas negatif kepada masyarakat Jepang, namun juga dapat memberikan dorongan positif bagi perkembangan industri di Jepang. Kebangkitan industri Jepang diawali oleh suatu perusahaan teknologi radio di Jepang, yaitu Sony. Perusahaan ini saat itu mampu menciptakan sebuah radio mini yang dapat dibawa kemana pun. Produk tersebut pun langsung laris di pasaran hingga menembus pasar dunia dan hingga saat ini Sony masih eksis sebagai perusahaan terdepan yang menciptakan produk inovasi teknologi mini. Produk-produk seperti radio mini (walkman) yang diciptakan oleh Sony tersebut merupakan sebuah implementasi dari keinginan setiap penduduk Jepang untuk menciptakan ruang pribadi di tengah kepadatan kota-kota besar Jepang. Bagaimana tidak, dengan mendengarkan musik menggunakan head phone maka pengguna dapat seperti mendapatkan privasi walaupun sedang berada di keramaian. Hingga saat ini pun masyarakat Jepang masih terbiasa mendengarkan musik melalui ponsel maupun music player mereka ketika berada di kereta maupun ruang publik lainnya untuk seekedar mendapatkan ‘ruang pribadi’ di tengah kepadatan manusia.
Jepang merupakan negeri yang memiliki etos tinggi untuk selalu bekerja keras dan disiplin. Tidak salah jika banyak negara kagum akan kegemilangan Jepang yang mampu segera bangkit atas kehancuran akibat dari kekalahan pada perang dunia kedua. Etos bekerja keras dan disiplin tersebut telah membuka jalan bagi Jepang dalam membangun kembali kerajaan perekonomian yang hingga kini telah merajai sebagian pasar perdagangan dunia. Keberhasilan Jepang di bidang perekonomian industri tidak dapat dipisahkan dari kegagalan pemerintah dalam mengelola alam yang keras dan telah hancur sebagian karena kekalahan perang. Bagaimana tidak, sebagian besar wilayah gunungapi di Jepang merupakan wilayah yang tandus akibat intensitas erupsi yang cukup tinggi. Keangkuhan alam ini kemudian memberikan dorongan bagi pengusaha-pengusaha Jepang untuk memulai bisnis industri dengan memanfaatkan bahan industri mentah yang didatangkan dari wilayah di luar Jepang. Sekali lagi perubahan dunia hadir dalam perekonomian Jepang yang tidak mundah menyerah kepada keangkuhan alam yang ada.
Masalah utama yang dihadapi Jepang sebenarnya tidak hanya berhenti pada keberhasilan pembangunan ekonomi industri saja. Upaya mempertahankan dan mengembangkan industri itulah yang justru menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Jepang. Mulai berkembangnya kawasan industri menjadi kawasan pemukiman yang besar sesungguhnya memberikan efek pada ketidaktersedianya lahan lagi bagi aktivitas industri. Medan yang terjal di hampir seluruh wilayah pegunungan dan tidak amannya wilayah di sekitar gunungapi berimbas terhadap kesulitan memilih lokasi yang efektif untuk membangun industri. Untungnya, dewasa ini para ahli konstruksi di Jepang telah menemukan solusi alternatif untuk pemilihan lokasi industri. Pengubahan rawa dan wilayah tepian laut di pesisir menjadi dataran baru menjadi solusi yang populer bagi pengusaha Jepang dalam mendapatkan lokasi baru bagi pembangunan industri. Ekstensi ini tentunya bukanlah solusi yang murah karena memerlukan biaya yang sangat mahal untuk mengangkut berjuta-juta kubik tanah di pegunungan kemudian menimbunnya di pantai. Mahalnya biaya penimbunan pantai belum seberapa mahal apabila dibandingkan dengan resiko bencana lain yang dapat melanda sewaktu-waktu. Resiko tersebut ialah retaknya lapisan tanah di wilayah hasil penimbunan pantai sehingga air laut menyusup dan mengubah tanah menjadi lumpur hisap yang dapat merobohkan gedung di atasnya. Resiko ini bisa saja terjadi apabila gempa besar tiba-tiba mengguncang Jepang, mengingat Jepang merupakan negara dengan intensitas gempa cukup tinggi. Walaupun demikian, paling tidak solusi pembangunan industri di daerah pantai dapat menghemat biaya transportasi karena dekatnya letak pelabuhan serta jaringan transportasi yang cukup baik di wilayah dataran rendah.
Jepang bukan hanya menjadi negara sekuler yang berkilau dengan keemasan perekonomian dan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Jepang merupakan negeri dengan tradisi yang melekat kuat hingga saat ini. Masyarakat Jepang terus hidup dalam keseimbangan spiritual dan sekulerisme seperti ilmu pengetahuan. Keseimbangan yang paling jelas terlihat adalah adanya kepercayaan bahwa gunungapi adalah tempat dewa tinggal dan merupakan tempat suci yang perlu dihormati. Hingga kini pun masyarakat Jepang selalu melakukan karnaval-karnaval dan upacara adat setiap tahun sebagai bentuk penghormatan kepada gunungapi. Di sisi lain, masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang cerdas yang selalu terbuka dengan pengetahuan baru. Mereka juga paham mengenai pengetahuan-pengetahuan gunungapi. Masyarakat Jepang bukan hanya mengandalkan sisi spiritual dan tradisi saja dalam memahami tanda-tanda yang muncul dari gunungapi, tetapi mereka juga mengaplikasikan ilmu pengetahuan serta teknologi mereka untuk lebih mengenal gunungapi. Keseimbangan antara dua sisi inilah yang seolah-olah merupakan tujuan dari apa yang mereka cari. Keseimbangan ini pulalah yang menyelamatkan mereka dari bahaya letusan gunungapi di sekitar mereka. Masyarakat Dieng dan Tengger di Indonesia nampaknya juga harus belajar menerapkan keseimbangan spiritual dan ilmiah seperti di Jepang agar memiliki pandangan lebih obyektif dalam hal berinteraksi dengan gunungapi. Apalagi pada tahun 2010 silam telah timbul banyak korban jiwa di Merapi akibat ketidakadaan sinergitas pikiran antara intuisi spiritual dengan keterbukaan hal-hal ilmiah.
Kehadiran gunungapi di Jepang nyatanya memang memberikan banyak pukulan keras bagi masyarakat yang hidup di dalamnya. Keterbatasan sumberdaya alam yang timbul karena gunungapi telah menjadi sahabat hidup masyarakat Jepang untuk terus bekerja keras dan disiplin. Keterbatasan sumberdaya lahan malah menciptakan budaya yang berciri khas dengan gaya minimalis yang mereka banggakan hingga saat ini. Budaya tersebut kemudian menjadi daya kreasi bagi interaksi sosial yang berlangsung di dalam masyrakat Jepang dan berakar menjadi suatu kearifan lokal masyarakat Jepang. Hambatan yang lebih kompleks lagi dari adanya gunungapi bagi perkembangan industri Jepang telah menghadirkan budaya berinovasi yang tinggi bagi para pengusaha. Keseimbangan pemikiran masyarakat Jepang yag menggabungkan intuisi spiritual dan pengetahuan ilmiah mereka melahirkan keharmonisan kehidupan antara masyarakat dan gunungapi tanpa menghilangkan unsur-unsur tradisi yang luhur di dalam masyarakat Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar