EFEK LELAP
“Can,”-aku meminum es jerukku-“srrrupptt...,glegeek!”
“Kita..., udahan aja ya!” Aku memandang wajahnya ragu.
“Uhuuukk!”-dia tersedak mie-“kamu ngomong apa sih Nik?” Dia menoleh ke arahku sambil membersihkan kawanan mie yang menggelepar di pipinya.
Aku diam, membisu. Tak mengucap satu patah kata apapun. Bibirku gemetar, lidahku kelu untuk mengucap. Aku sudah berkali-kali melihat adegan seperti ini di televisi sampai aku hafal dialog yang harus diucapkan oleh si aktris wanita, namun di situasi seperti ini mengapa sekarang aku menjadi orang gagu? Oh tidak, tatapan mata lelaki ini terus menyerbuku. Diriku, diriku rasanya, ah sial perutku mengapa tiba-tiba seperti dibom atom? Please, jangan sekarang perut nakal. Saat ini adalah moment yang urgent dalam hidupku, ini menyangkut masa depan seseorang perut!
“Nik, kamu bercanda kan?” Tangannya yang halus menggenggam jemariku yang lebih mirip kaki beruang.
“Emm...,”jawabku bisu,”maaf Can, aku mau ke toilet!” Aku segera beranjak dari kursiku, aku melesatkan tubuh gempalku menuju toilet menembus antrian teman-temanku di counter Siomay Pak Ujang. “Gedebuk.., pyaarr!” Strike! Teman-temanku terlempar bersama piringan siomay.
Aku masuk ke salah satu tempat tongkrongan di toilet, aku mengeluarkan semua yang sudah kupendam sejak tadi pagi sebelum bertemu Acan. Ya, se-mu-a-nya! Semua ledakan kepedihanku berpisah dengan orang yang aku sayangi dan semua hal yang meracuni perutku.
“Ergh..eergh!”-terdengar bunyi aneh satu detik kemudian-“Uuwaaah! Huh, lega.” Suaraku mengguncang seisi toilet.
“Hoh..., Acan maafkan Dedek Enik. Ini semua demi kebaikanmu! Hiks..,hiks!” Siswi yang berada di toilet tertegun mendengar suara tangisanku yang seperti cegukan kodok.
Seketika langsung terlintas bayangan-bayangan buruk dari kenangan manisku selama bersama Acan. Mulai dari date pertamaku dengan dia, saat acara ulang tahunnya yang ke-17, dan terakhir saat hari anniversary kami ke-1 minggu lalu di Konser Ran.
“ Nik, main ke sebelah sana yuk!” ajak Acan berpindah posisi ke mesin pengambil boneka.
“Wuuaaa..! Mama ada monsteel!”seru seorang anak kecil di depanku sambil menunjuk-nunjuk wajahku dengan ekspresi ketakutan. Ibu dari bocah itu pun langsung memeluk anaknya bak aku ini kucing yang hendak menggondol anak ayam dari induknya. Parah! Ibu itu berteriak memanggil satpam.
“Maaf mas, mbak anda sudah mengganggu ketertiban dan keamanan di sini. Mari ikut saya ke pos.” Oh My God! Date pertama kami harus dihabiskan di pos keamanan Mall.
Belum lagi dengan kejadian di acara ulang tahun Acan. “Uhuukk..uhuuukk!” Sebutir kacang keluar dari rongga mulutku, ia terlempar sejauh 30° dari tempatku berdiri. Bak di film action, kacang itu melesat secepat kilat memantul dan sampai akhirnya ia melakukan akrobat dengan adegan slow motion sebelum masuk ke mulut Acan saat acara tiup lilin. Alhasil, Acan segera dilarikan ke Pondok Pesakitan dan acara ulang tahunnya harus berakhir tragis. Hampir saja aku masuk koran karena menjadi tersangka pembunuhan pacarnya sendiri. Walaupun begitu, meski gagal dimuat di koran karena kasus penghilangan nyawa pacar, aku malah menjadi pemberitaan heboh di televisi. Bukan aku saja, malahan si Acan juga terseret dalam pemberitaan itu. Kejadian itu bermula saat kami merayakan hari jadi kami ke-1 dengan menonton konser Ran di salah satu Mall ternamaan. Sangat banyak orang berjejalan di konser itu, sampai akhirnya aku tidak sengaja menginjak kaki salah satu penonton yang lain.
“Gajah bengkak kurap, punya mata kagak lu?!” umpat penonton itu kepadaku.
Acan yang mendengar hal itu, kemudian tanpa ba-bi-bu langsung menghajar penonton yang mengumpatiku. Aw, sayang sekali Acan kalah postur dengannya. Bogem mentah pacar kesayanganku tak mempan pada penonton itu. Ia malah balas menghajar Acan habis-habisan, penonton lain yang melihat perkelahian itu bukannya melerai malah ikut-ikutan adu bogem. Akhirnya konser rusuh, penonton dibubarkan panitia. Aku dan Acan langsung jadi headline news di seluruh stasiun televisi. Sial!.
“Uwwaaa!!” Aku menjerit ada yang mencolekku di dalam toilet.
“SETAAN?!” pikirku tak ada orang lain yang berada satu bilik toilet bersamaku.
“Bukan, ini bapaknya setan!”sahut sebuah suara kepadaku.
“Haaah?” Aku menoleh ke belakang.
“Masya...Allah! Ayah!” Aku terkejut.
“Kamu lagi ngapain sih bengong aja dari tadi? Tehnya udah dibikin belum? Tamunya udah mau dateng loh!” kata Ayahku memeriksa persiapan logistik untuk pertemuan penting siang ini.
“Be..belum Yah. Ini mau Murni bikin sekarang,”sambungku seraya segera berdiri dari kursi reyot yang dari tadi sudah berteriak mengeluh kesakitan karena kududuki.
“Ya udah, Ayah ke depan dulu, mau nungguin tamu. Kamu jangan lupa siapin teh sama makanannya ya!” Ayahku memalingkan badan sambil membetulkan posisi sarungnya yang miring.
“Iya Yah!” sahutku sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat gaya Ayah membetulkan sarung.
Back to the real! Alamak, mengapa aku jadi sering melamun seperti ini ya? Bayangan Acan semakin menempel kuat ke pikiranku. Mungkin ada minion-minion yang menggelar launching film pendek berjudul “Antara Aku dan Acan” di kepalaku, atau bahkan bisa jadi ada minion yang iseng masuk ke kepalaku membawa toa masjid dan berteriak mengggangguku dengan kata ‘Acan is my honey’. Sungguh sadis si Makhluk Kecil Kuning itu kepada diriku.
Syndrome kangen Acan sebenarnya sudah lama aku idap semenjak aku putus dengannya. Menyesal dan sedih memang, tapi nasi sudah menjadi bubur dan buburnya telah habis aku makan. Keputusan putus dengan Acan saat itu aku ambil setelah aku berkonsultasi dengan dokter psikologis online di salah satu web internet terkenal. Aku putus dengan Acan bukanlah karena aku tidak suka lagi dengannya atau ada orang ketiga, keempat, atau kelima. Bukan karena itu, tetapi ini semua demi masa depan Acan. Demi keselamatan Acan.
Jika aku, bukan jalanmu
Ku berhenti mengharapkanmu
Jika aku memang tercipta untukmu
Ku kan memilikimu, jodoh pasti bertemu.
Tiba- tiba tetangga sebelah menyetel lagu Afgan sangat kencang hingga membuat telingaku gatal. “Sial si Cemong nyetel lagu Afgan lagi, galau deh!”gerutuku sambil mengaduk teh tuah dari Bung Prapto, Ayahku. Aku kemudian meneruskan pekerjaanku sambil menggerakkan badanku ke kiri dan ke kanan mengikuti alunan lagu Afgan, dari belakang aku tampak mirip dengan ikan pesut yang kurang air.
“Breem..,breeem!” Suara mobil berhenti di depan rumah.
“Tiing...Gedubraak...Pyaar!” Aku tidak sengaja menjatuhkan gelas kosong di sampingku.
“Itu...,tamunya ya?”batinku dalam hati resah.
Minion-minion yang mendoktrin kepalaku kemudian berbisik jahat kepadaku. “Orang macam apa yang mau dikenalkan denganku?” kataku dalam hati. Aku kemudian berimajinasi, membayangkan bentuk makhluk yang digadang-gadang Ayah menjadi calonku. “Kata Ayah dia ganteng, tapi Ayah juga selalu bilang aku cantik? Emm.., seberapa putus asakah dia hingga mau saja dijodohkan Ayah denganku?” Aku penasaran.
Ayah memang bapak yang baik bagiku, tapi bukan orang yang tepat untuk dikenal oleh laki-laki lajang . Alasannya karena setiap laki-laki lajang yang menurutnya kece pasti Ayah masukkan ke dalam list daftar calon menantu. Entah sudah berapa banyak lelaki yang menjadi korban dan trauma karena keinginan Ayah untuk menjodohkan mereka denganku. Untung saja, Ayah waktu itu menang di pengadilan atas tuduhan percobaan pembunuhan karena suatu hari laki-laki yang Ayah bawa ke rumah tiba-tiba saja terkena serangan jantung dan hampir tewas karena shock melihat wujudku. Tragis memang dunia percintaanku, tetapi kata Ayah tamu ini adalah lelaki yang terakhir.
“Murni..., tolong makanan dan minumannya dibawa ke depan!” Ayahku memanggil.
“Iya Yah!” Aku segera menata gelas-gelas dan toples kue di atas nampan dan merapikan pakaianku sebelum keluar.
“Wuuussshh!” Angin menggerai rambutku saat aku tiba di ruang tamu. Tamu laki-laki muda itu nampak terpesona padaku. Mulutnya melongo dan pipiku pun memerah. Ayah yang melihat wajah tamunya mirip ikan cupang hanya ikut-ikutan terkekeh, ”We..eeee!”. Tunggu dulu, sepertinya aku pernah melihat laki-laki ini. Wajahnya familiar bagiku.
“Aaah! Doktrin minion!” Nampan yang kubawa merosot, meluncur ke arah sarung Ayah. Air teh panas terjun bebas ke pangkuan Ayah.
“HUWAARGH..!” teriak Ayah heboh.
Aku terbangun dari tempat tidurku. “Ayah berisiiik!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar